Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Sebut Aliran Dana Saracen Akan Diungkap di Pengadilan

Kompas.com - 17/10/2017, 16:22 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi masih belum mau mengungkap hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atas aliran dana terhadap anggota kelompok Saracen.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran mengatakan, sejumlah fakta yang belum diketahui publik selama proses penyidikan akan terungkap dalam persidangan nantinya.

"Nanti di persidangan saja. Itu kan PPATK sangat substansif dan tidak boleh disebarkan ke publik," ujar Fadil di kompleks PTIK, Jakarta, Selasa (17/10/2017).

Fadil mengatakan, pihaknya enggan membuka ke publik karena khawatir memengaruhi proses penyidikan.

Berkas perkara tiga anggota Saracen telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Sementara itu, sisanya masih dikaji oleh jaksa peneliti.

(Baca juga: Berkas Perkara Tiga Anggota Saracen Rampung)

Sebelumnya, disebutkan bahwa ada sejumlah nama tokoh publik dalam laporan hasil analisis itu. Namun, tidak disebutkan siapa saja orang tersebut. Polri sebelumnya juga menyebut bahwa pihak-pihak tersebut akan dipanggil untuk dimintai keterangan.

Fadil mengatakan, dalam proses hukum, penyidik hanya melihat fakta yang ditemukan dalam proses penyidikan.

"Persoalan di situ ada nama a, b, c, d,e, itu kan persoalan fakta. Jadi kita tidak karena pendekatan yang lain-lain," kata Fadil.

Fadil kembali menegaskan bahwa fakta-fakta yang tidak terungkap selama penyidikan kemungkinan akan diketahui secara terbuka di pengadilan.

"Persidangan Indonesia ini kan terbuka. Di sana akan kelihatan semua petanya seperti apa," ujar dia.

(Baca juga: Polisi Tak Ambil Pusing Pengurus Saracen Mengaku Tak Saling Kenal)

Dalam kasus ini, penyidik menetapkan empat pengurus Saracen sebagai tersangka. Mereka adalah Sri Rahayu Ningsih, Muhammad Faisal Tonong, Jasriadi, dan Mohammad Abdullah Harsono.

Kemudian, menyusul Asma Dewi yang diduga mentransfer uang Rp 75 juta ke rekening bendahara Saracen, Retno. Ia juga dijerat dugaan tindak pidana yang sama dengan anggota Saracen.

Kelompok Saracen menetapkan tarif sekitar Rp 72 juta dalam proposal yang ditawarkan ke sejumlah pihak. Mereka bersedia menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial sesuai pesanan.

Media yang digunakan untuk menyebar konten tersebut antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan berbagai grup lain yang menarik minat warganet untuk bergabung.

Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun.

Kompas TV Pengacara Dwiyani mengakui kliennya gunakan jasa Saracen untuk Pilkada DKI Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com