"Logika anggarannya harus dilihat lagi secara rinci dan kebutuhannya dalam penegakan hukum," ujar Dio.
Melanggar KUHAP
Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah rencana Kapolri yang ingin agar fungsi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan berada dalam satu atap di bawah Densus Tipikor. Konsep tersebut mengadopsi sistem penanganan perkara yang dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca: Soal Pembentukan Densus Tipikor, Komisi III Soroti Struktur dan Gaji
Sistem seperti itu ingin diterapkan agar berkas perkara tak bolak-balik antara Kepolisian-Kejaksaan seperti yang selama ini terjadi.
Adery mengatakan, jika fungsi penyidikan dan penuntutan berada dalam satu atap di Densus Tipkor, maka posisi Kejaksaan sebagai penuntut umum berada di bawah penyidik Polri.
Hal itu dinilai bertentangan dengan prinsip Kejaksaan sebagai Dominus Litis atau pengendali proses perkara dari tahap awal penyidikan sampai dengan pelaksanaan proses eksekusi putusan.
"MaPPI FHUI menolak jika pembentukan Densus Tipikor Polri justru menggabungkan fungsi penyidikan dan penuntutan dalam satu atap. Pimpinan dari Densus ini adalah Perwira Polri berpangkat Irjen, jadi bisa dibayangkan penyidikan dan penuntutan di bawah polisi," ujar Adery.
Adery menjelaskan, kejaksaan sebagai pihak penuntut dalam suatu perkara juga menjalankan fungsi pengawasan terhadap proses penyidikan.
Dengan demikian, pengawasan secara horizontal terhadap proses penyidikan tidak akan berjalan efektif, sebab kejaksaan akan berada di bawah koordinasi kepolisian.
Menurut Adery, pihak penuntut umum yang seharusnya secara objektif dapat mengawasi pelaksanaan penyidikan Polri menjadi bermasalah ketika atasan atau pimpinan dari Densus Tipikor adalah anggota Polri dan secara fungsional merupakan penyidik.
Apabila pengawasan dari penuntut umum tidak berjalan semestinya, Adery menilai, penyidikan tindak pidana korupsi oleh Densus Tipikor akan sangat rentan dengan kriminalisasi dan pelanggaran prosedural hukum acara pidana.
"Pimpinan dari Densus itu kan penyidik, jenderal bintang dua. Apakah ini akan menjadi obyektif. Ini mengangkangi sistem peradilan pidana.
"Kalau menjadi satu atap, penyidik memiliki otoritas yang lebih luas. Padahal harus ada check and balances, ada mekanisme pengawasan," kata Adery.
Di sisi lain, Adery menilai, wacana menempatkan fungsi penyidikan dan penuntutan di dalam Densus Tipikor bertengan dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Adery, Densus Tipikor tidak bisa mengadopsi sistem yang dimiliki KPK sebab kewenangan KPK diatur secara khusus dalam Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Kalau satu atap, itu bertentangan dengan KUHAP. Kalau KPK kan berdasarkan UU. Maka kalau Densus dibentuk dan fungsi penyidikan dan penuntutan satu atap maka Densus harus dibentuk melalui UU, bukan Perpres," kata Adery.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.