JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus yang menimpa Eggi Sudjana terkait tuduhan menyampaikan informasi yang dapat menimbulkan rasa kebencian, permusuhan individu atau kelompok masyarakat berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan, ikut menjadi polemik dalam pembahasan sidang di Mahkamah Konstitusi, Kamis (12/10/2017).
Adapun, sidang itu terkait uji materi atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
Awalnya, sidang dibuka oleh Ketua MK Arief Hidayat dengan menjelaskan agenda sidang pada hari ini.
"Agenda pada hari ini adalah mendengarkan keterangan ahli (dan juga saksi) yang diajukan oleh Pemohon perkara 48 (Nomor 48/PUU-XV/2017)," kata Arief di persidangan.
(Baca juga: Perppu Ormas Ditargetkan Rampung 24 Oktober)
Namun, dua ahli dan saksi yang sedianya memberikan keterangan kepada hakim konstitusi berhalangan hadir.
Pengacara pemohon perkara, yakni Ahmad Khozinudin, menjelaskan alasan ketidakhadiran saksi dan ahli.
Ahli pertama adalah ahli hukum tata negara Asep Warlan Yusuf, sudah meminta penundaan kehadiran sejak sidang sebelumnya. Sementara ahli hukum Heru Susetyo sudah direncanakan hadir, namun karena ada halangan maka keterangannya pada sidang hari ini disampaikan secara tertulis.
"Beliau ada uzur, sehingga keterangan tertulis yang kami sampaikan ke kesekretariatan mohon berkenan untuk dibacakan pada forum, Yang Mulia," kata Khozinudin.
Ketua MK kemudian menyampaikan, keterangan tersebut tidak dibacakan dalam persidangan karena sudah disampaikan secara tertulis. Namun demikian, keterangan tersebut sama nilainya dengan yang disampaikan secara langsung dalam persidangan.
Setelah itu, Khozinudin mengutarakan pernyataan terkait kasus yang menjerat Eggi Sudjana. Kepada Arief, Khozinudin meminta MK memberikan jaminan hukum atas argumentasi atau pernyataan para pemohon, saksi, ahli, pihak terkait, maupun pihak lainnya yang terlibat di perkara ini.
Khozinudin khawatir, jika tidak ada perlindungan hukum maka akan mempengaruhi persidangan di MK lantaran para pihak tersebut merasa takut akan bernasib sama seperti Eggi.
"Sebab dinamika terakhir Eggi Sudjana yang memberikan keterangan di persidangan ini kemudian dilaporkan kepolisian. Kami khawatir ini mempengaruhi proses pembuktian peradilan selanjutnya," kata Khozinudin.
(Baca juga: Polisi Tindak Lanjuti Laporan soal Eggi Sudjana Diduga Sebar Ujaran Kebencian)
Arief pun menegaskan bahwa MK akan menjamin keamanan seluruh pihak selama berada dalam persidangan. Namun, terkait apa pun yang terjadi di luar sidang, bukan lagi menjadi tanggung jawab Mahkamah.
Rangga meminta jaminan hukum juga berlaku di luar persidangan, selama argumentasi yang disampaikan itu sama substansinya dengan yang disampaikan dalam persidangan.
"Kami mohon itu agar dijamin, Yang Mulia. Kami memberikan keterangan pers untuk tidak dikriminalkan, jangan sampai kami anak bangsa berpecah-belah, setelah Eggi Sudjana dilaporkan, Romo Franz (Franz Magnis Suseno) juga dilaporkan," kata Rangga.
Arief pun kembali menegaskan bahwa Mahkamah akan menjamin seluruh pihak selama berada dalam persidangan.
"Saudara-saudara yang ada di ruangan ini, saudara dijamin keamanannya. Sedangkan kami tidak bisa menjangkau yang di luar (ruang sidang)," ujarnya.
"Jadi, statement-statement di luar persidangan ini, itu di luar kewenangan kami untuk mengamankan," kata Arief.
Rangga kemudian meminta kepada Arief untuk mengimbau bawahannya, khususnya para staf di divisi MK TV, untuk tidak mewawancara pihak beperkara dengan menyinggung soal substansi permohonan.
Atas permintaan tersebut, Arief mengingatkan bahwa sebagai warga negara maka para pihak mempunyai hak untuk menolak menyampaikan pendapat atau menjawab pertanyaan dari media.
Arief mencontohkan, dirinya kerap diminta untuk wawancara. Namun, permintaan itu ditolaknya dan tidak ada persoalan atas hal itu.
"Kalau itu, tidak bisa dijawab, bisa kan? Saya sering sekali menerima permohonan untuk wawancara, tapi saya mengatakan, 'saya tidak usah diwawancarai, karena apa yang akan saya sampaikan bisa sama dengan pokok perkara'," kata Arief.
Menurut Arief, terkait laporan terhadap Eggi Sudjana, sedianya tidak dikaitkan dengan MK, kecuali hal yang dipersoalkan itu terjadi dalam persidangan.
"Jadi kita sepakati ini. Itu penilaiannya terserah pada penyidik, kami tidak menjangkau itu," kata Arief.
Sebelumnya, Ketua DPN Perhimpuan Pemuda Hindu Indonesia, Sures Kumar, melaporkan Eggi ke Bareskrim Mabes Polri. Sures menganggap Eggi menyebarkan ujaran kebencian terkait agama tertentu.
(Baca: Dianggap Bikin Gaduh Umat Beragama, Eggi Sudjana Dilaporkan ke Polisi)
Pernyataan yang disampaikan Eggi terkait terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Ormas.
Saat menyampaikan laporan, Sures membawa sejumlah bukti, antara lain video dari YouTube yang menayangkan Eggi saat wawancara, dan juga berita media online. Laporan tersebut diterima dengan laporan polisi Nomor LP/1016/X/2017/Bareskrim.
Menanggapi laporan tersebut, Eggi membantah melakukan ujaran kebencian. Menurut dia, dalam sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa", sudah jelas bahwa hanya Islam yang memiliki konsep Tuhan yang Esa.
(Baca juga: Alasan Eggi Sudjana Ajukan Gugatan Uji Materi Perppu Ormas)
Jika mengacu isi Perppu Ormas yang melarang organisasi yang tak sesuai Pancasila harus dibubarkan, kata Eggi, maka kelompok yang tidak menerapkan sila pertama itu harus dibubarkan.
"Secara obyektif artinya tidak memihak pada siapa pun, bila sudah berlaku jadi hukum maka setiap ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila harus dibubarkan," kata Eggi.
Namun, kata Eggi, dalam Islam diajarkan untuk tak mengurusi ajaran agama lain.
Oleh karena itu, Eggi mendesak agar Perppu Ormas tidak diberlakukan untuk menghormati keyakinan masing-masing.
"Jadi jangan salah paham dengan saya. Justru saya berjuang untuk toleransi tersebut yang dihilangkan dengan berlakunya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 itu," kata Eggi.