Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berantas Mafia Peradilan, KY Disarankan Gunakan Cara Tak Biasa

Kompas.com - 09/10/2017, 05:10 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Yudisial (KY), Imam Ashori Saleh menilai maraknya aparatur lembaga peradilan yang terlibat kasus korupsi tidak lepas dari peran KY saat ini. Misalnya, dalam hal pengawasan.

Menurut Imam, sedianya KY lebih aktif dan tidak hanya menunggu adanya laporan dari masyarakat.

"Mestinya, KY bisa gunakan cara-cara yang non-konvensional. Misalnya dengan menggunakan model intelijen, pemantauaan sidang perkara-perkara penting dan rawan suap harus dilakukan ketat," kata Imam saat dihubungi, Minggu (8/10/2017).

Pada intinya, lanjut dia, pemantauan intensif dilakukan KY tidak hanya di ruang sidang tetapi juga di luar sidang.

Selain itu, KY juga bisa bermitra dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat atau perhimpunan pengacara yang peduli dengan peradilan yang bersih.

(Baca: Dugaan Suap, Politisi Golkar-Ketua Pengadilan Pakai Kode "Pengajian")

Imam menilai, kewenangan KY memang sangat terbatas, yakni hanya pada pengawasan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH). Bahkan beberapa poin penting dari KEPPH itu telah dicabut.

Misalnya, poin 8 dan 10 yang ada di dalam KEPPH. Pada poin 8 diatur mengenai kriteria hakim yang dapat dikatakan berdisiplin tinggi, dan pada poin 10 diatur soal kriteria hakim agar bersikap profesional. Dihapusnya dua poin tersebut menyulitkan KY menguji tindakan pelanggaran yang dilakukan hakim.

Akan tetapi, menurut Imam, sedianya keterbatasan itu tidak lantas membuat KY seakan tidak ada atau ditiadakan. Sebab, KY merupakan salah satu lembaga yang juga berperan mengawasi jalannya dunia peradilan.

(Baca: Demi Ibu, Politisi Golkar Suap Kepala Pengadilan Tinggi Manado)

Imam berharap, KY lebih berani menunjukkan fungsi dan tugasnya kepada publik. Misalnya, jika memang ada hakim yang terbukti kuat melakukan pelanggaran maka bisa dipublikasikan melalui media.

Hal ini, menurut dia, menjadi cerminan para aparatur peradilan untuk pembenahan.

"Saya anggap sebagai bagian dari sanksi sosial," kata dia.

Menurut Imam, soal publikasi hakim yang dilaporkan dan terindikasi kuat tersandung kasus kerap ditentang oleh Mahkamah Agung sebagai induk lembaga peradilan. Namun sedianya tidak berarti membuat KY menjadi terkesan takut terhadap MA.

"Itu juga masalah, MA selalu protes kalau KY publikasikan laporan itu. Dulu, saya tabrak saja, kalau indikasi pelanggarannya kuat, ya saya publish saja. Ini untuk kepentingan umum, walaupun tetap tidak menyebut identitas lengkap," kata dia.

(Baca: Jadi Tersangka Suap, Ketua Pengadilan Tinggi Manado Diberhentikan)

Sementara itu, juru bicara KY Farid Wajdi menyampaikan, dalam menjalankan tugas dan fungsinya KY selalu berpegangan pada aturan. Oleh karena itu, KY juga harus cermat untuk mempublikasi hakim-hakim yang dilaporkan.

"Masalahnya, sebagai penegak etik, SOP-nya pelapor dan terlapor harus dirahasiakan. Ini juga 'mengikat kaki' KY agar lebih banyak bekerja daripada bicara," kata Farid saat dihubungi.

Farid memastikan, sebagai lembaga pengawas hakim, KY terus menjalankan fungsinya sebagaimana diamanatkan oleh peraturan.

Ia menambahkan, selama ini rekomendasi oleh KY juga disampaikan kepada MA. Namun, sebagian besar rekomendasi itu tidak dijalankan.

"Kontribusi dari Kramat Raya (alamat kantor KY) kami pastikan tidak putus. Namun tentu saja kontribusi dimaksud tidak harus didengar terlalu jelas bagaimana dan dalam bentuk apa. KY tentu saja punya banyak kelemahan, karena itu kami tidak selalu sendiri dalam menindaklanjuti seluruh temuan pengawasan. OTT oleh penegak hukum yang ada adalah pesan yg jelas (adanya persoalan)," kata Farid.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com