Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Verifikasi Hanya Berlaku untuk Partai Baru karena Alasan Penghematan Anggaran

Kompas.com - 05/10/2017, 15:03 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan, anggaran yang dibutuhkan untuk memverifikasi seluruh partai politik sangat besar.

Hal ini menjadi alasan mengapa pembuat undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah, mengecualikan verifikasi terhadap partai politik yang sudah lolos verifikasi pada tahun 2014.

Dengan demikian, hanya partai baru yang menjalani proses verifikasi. 

"DPR RI sudah mendapatkan gambaran biaya dari KPU mengenai besaran biaya yang dibutuhkan untuk Pemilu 2019 dan dana yang begitu besar dikeluarkan untuk kepentingan verifikasi faktual partai politik, yakni sebesar hampir Rp 600 miliar," kata Lukman, dalam sidang uji materi terkait UU Pemilu, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (5/10/2017).

Baca: KPU Minta UU Pemilu Direvisi jika MK Kabulkan Uji Materi soal Verifikasi Parpol

Lukman mengungkapkan, dalam pembuatan undang-undang, yang harus diutamakan adalah asas kemanfaatan yang berdasarkan keadilan dan kepastian.

Besarnya anggaran untuk verifikasi partai politik, menurut dia, tidak sesuai dengan asas kemanfaatan.

"Oleh karena itu pula maka pembentuk undang-undang rela untuk tidak diverifikasi kembali hal ini dengan niatan mulia atas dasar menghemat anggaran negara sehingga dengan ini pula maka nilai kemanfaatan norma ini menjadi begitu besar," kata dia.

Sebelumnya, perihal ketentuan verifikasi partai politik digugat oleh sejumlah partai, di antaranya Partai Idaman dan Partai Solidaritas Indonesia.

Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 173 Ayat 1 dan 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Baca juga: Soal Verifikasi Parpol, KPU Diingatkan Jangan Bikin Aturan Diskriminatif

Ketua Umum PSI Grace Natalie menilai, peraturan yang menyatakan partai lama tidak perlu diverifikasi karena mengacu pada data pemilu sebelumnya merupakan ketentuan yang diskriminatif.

Selain itu, dalam kurun waktu 2014 hingga 2019 terjadi banyak perubahan. Oleh karena itu, sedianya partai lama juga diverifikasi.

"Dasar logikanya jelas, karena ada perpindahan demografi penduduk, misalnya. Kemudian yang terbaru, bahkan dibandingkan pemilu yang lalu kita (Indonesia) menambah satu provinsi dari 33 menjadi 34, kabupaten pun bertambah jadi 19. Ada dinamika baru," kata Grace, saat ditemui di Komisi Pemilihan Umum RI (KPU), Jakarta, Senin (21/8/2017).

"Belum lagi perpindahan penduduk, misalnya. Atau ada yang meninggal, dan terkait syarat anggota sebanyak 1000 atau 1 per 1000. Dari jumlah penduduk saja kalau jumlah penduduk ada perpindahan, ada perubahan syarat keanggotaan, misalnya, maka itu berubah (jumlahnya prosentasenya)," papar dia.

Kompas TV KPU Desak DPR Sahkan UU Pemilu


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com