JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra berharap uji materi terkait aturan ambang batas pencalonan presiden yang diajukannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) diterima.
Alasannya, ketentuan tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) bagi DPR dan pemerintah selaku pembuat undang-undang.
Sebab, kata Yusril, sudah empat kali MK menolak permohonan terkait ambang batas dengan alasan tersebut.
"Sepanjang telaah kami terhadap putusan-putusan MK terhadap ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold itu sudah 4 kali diuji ke MK dan empat kali pula ditolak permohonannya," kata Yusril pada sidang pendahuluan uji materi UU Pemilu yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Selasa (3/10/2017).
Dengan demikian, lanjut Yusril, kali ini merupakan yang kelima kalinya ambang batas pencalonan presiden dipersoalkan di MK.
Baca: Soal "Presidential Threshold", Yusril Pertanyakan Moralitas Pemerintah dan DPR ke MK
Yusril mengingatkan bahwa pada salah satu putusannya, MK menyebut bisa membatalkan kebijakan yang dibuat berdasarkan asas open legal policy.
Aturan tersebut dapat dibatalkan jika bertentangan dengan tiga hal.
Pertama, jika bertentangan dengan asas rasionalitas. Kedua, jika bertentangan dengan asas moralitas. Dan ketiga, jika mengandung unsur ketidakadilan yang tidak bisa ditolerir.
"Itu ada dalam pertimbangan hukum Mahkamah dalam permohonan Effendi Gazali," kata dia.
Selain Yusril, aturan terkait presidential treshold juga digugat oleh sejumlah pihak di antaranya, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum RI (KPU) Hadar Nafis Gumay bersama dua lembaga sosial masyarakat, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif).
Baca: Mendagri: "Presidential Threshold" Sudah Diterapkan Sejak Pilpres 2009
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, penyelenggaraan pemilu harus memenuhi asas jujur, adil, dan demokratis sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi.
Oleh karena itu, formulasi aturan terkait presidential threshold seharusnya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
"Bagaimana mungkin kita berharap bisa mendapatkan pemilu yang jujur dan adil kalau dari hulunya, regulasi pemilunya saja sudah disusun berdasarkan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu dan bertentangan dengan konstitusi," kata Titi, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (6/8/2017).
Selain itu, gugatan juga diajukan oleh Partai Idaman. Alasannya, Partai Idaman sudah berencana mengusung Ketua Umumnya, Rhoma Irama, sebagai calon presiden dalam Pilpres 2019.
Adanya ketentuan presidential treshold justru menghambat langkah tersebut.
“Presidential threshold sudah membuat ketidakadilan bagi parpol baru, khususunya bagi Pak Haji Rhoma Irama yang sudah diputuskan dalam rapat pleno (Partai Idaman) sebagai calon presiden dari Partai Idaman,” kuasa hukum Partai Idaman Heriyanto, dalam sidang perbaikan permohonan uji materi yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2017).