Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Koalisi Pro Demokrasi Jadi Pihak Terkait Uji Materi Perppu Ormas

Kompas.com - 02/10/2017, 16:48 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan sebagai pihak terkait langsung oleh Koalisi Masyarakat Sipil Pro Demokrasi dalam sidang pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan UU No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Peneliti Imparsial Ardi Manto mengatakan, atas penolakan tersebut, MK beralasan bahwa sudah banyak pihak terkait langsung dalam perkara Nomor 38/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh Organisasi Advokat Indonesia.

"MK menolak permohonan untuk menjadi pihak terkait langsung dengan alasan sudah banyak pihak terkait dalam perkara ini dan inti keterangannya sama, soal kebebasan berserikat," ujar Ardi saat memberikan keterangan pers di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2017).

Ardi menyayangkan penolakan MK karena para pemohon merupakan gabungan organisasi masyarakat sipil yang selama ini aktif dalam upaya mendorong pelaksanaan hak atas kebebasan berserikat di Indonesia.

Menurut Ardi, objek perkara dalam pengujian Perppu Ormas akan berdampak langsung terhadap para pemohon pihak terkait.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi tersebut adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perludem, Walhi, Imparsial, Elsam, Kontras, KPA, HRWG dan KPBI.

Ardi menjelaskan, dengan adanya penolakan itu, posisi koalisi masyarakat sipil hanya menjadi pihak terkait tidak langsung dan keterangannya hanya dibacakan dalam persidangan.

"Merujuk pada Pasal 11 UU Ormas, organisasi yang berbadan hukum yayasan dan perkumpulan adalah bagian dari ormas yang tunduk pada UU Ormas, sekaligus juga Perppu Ormas. Oleh karena itu, putusan MK nantinya dalam pengujian ini memiliki dampak langsung bagi eksistensi para pemohon pihak terkait," kata Ardi.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, seharusnya MK memberikan ruang yang luas bagi semua pihak untuk didengar pendapatnya.

Hal ini mengingat proses pengujian Perppu Ormas penting bagi masa depan kebebasan berserikat dan berorganisasi sebagai jantung dari sistem demokrasi.

Selain itu, Al Araf menilai, masing-masing pihak terkait langsung memiliki kompetensi dan argumen yang berbeda.

"Seharusnya MK memberikan ruang yang lebih luas terhadap masyarakat. Ini buruk bagi iklim demokrasi. Harusnya MK jangan menghitung berapa banyak pemohon tapi melihat kualitas para pemohon. Masing-masing pihak punya kompetensi dan argumen yang berbeda. Kelompok pro demokrasi seharusnya didengar oleh MK," ujar Al Araf.

Pada Senin (2/10/2017) siang, MK menggelar sidang pengujian Perppu Ormas dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli dari para pihak serta keterangan dari pihak terkait.

Sebelumnya MK telah mendengarkan keterangan dari pemerintah.

Ada sejumlah pihak yang mengajukan gugatan terhadap Perppu Ormas, di antaranya permohonan dengan nomor perkara 39/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto.

Selain itu, permohonan dengan nomor perkara 41/PUU-XV/2017 diajukan oleh Aliansi Nusantara.

Ada pula permohonan nomor perkara 48/PUU-XV/2017 diajukan oleh Yayasan Sharia Law Alqonuni, dan beberapa pihak lainnya.

Secara umum, beberapa Pemohon mempersoalkan penerbitan Perppu Ormas. Menurut Pemohon, penerbitan Perppu tidak dalam keadaan genting dan mendesak sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945.

Selain itu, beberapa Pemohon juga mempersoalkan pemidanaan terhadap anggota ormas yang dianggap menyimpang.

Seperti yang tertuang dalam Pasal 82A Perppu Ormas. Perppu tersebut menyebutkan bahwa anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu keamanan, ketertiban dan melakukan tindakan yang menjadi wewenang penegak hukum, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama satu tahun.

Selain itu, anggota dan/atau pengurus ormas yang menganut, mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun.

Kompas TV Selain kasus KTP elektronik, Setnov sudah lolos dari jerat kasus lain sejak 1999.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com