Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi Golkar: KPK Politis Jika Kembali Tetapkan Setya Novanto Tersangka

Kompas.com - 30/09/2017, 21:46 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Erwin Ricardo Silalahi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menerbitkan surat perintah penyidikan baru kepada Setya Novanto.

Erwin menegaskan, status tersangka Novanto dalam kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik sudah dibatalkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar.

Oleh karena itu, KPK tak berwenang untuk melanjutkan penyidikannya. Jika KPK mengeluarkan Sprindik baru, maka Erwin menuding KPK sudah menjadi alat politik.

"Ini semakin mempertegas justifikasi masyarakat bahwa KPK berada di dalam radar pengaruh dari sebuah kekuasan besar dan KPK telah terseret menjadi alat politik kelompok tertentu," kata Erwin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (30/9/2017).

(Baca: Hakim Cepi: Tak Sah Penetapan Tersangka Setya Novanto oleh KPK)

 

Erwin pun membandingkan dengan apa yang ditunjukkan lembaga antikorupsi itu saat kalah praperadilan dari Komjen Budi Gunawan, tersangka kepemilikan rekening gendut.

Saat itu, KPK legowo menerima hasil praperadilan dan tak menerbitkan sprindik baru. Begitu juga saat KPK kalah di praperadilan melawan mantan Ketua BPK Hadi Poernomo.

"Kenapa KPK tidak menerbitkan sprindik baru terhadap Pak Hadi Poernomo dan budi Gunawan?" ujar dia.

Erwin meminta Presiden  turun tangan agar KPK bekerja dengan professional tanpa ada tekanan dari pihak mana pun.

(Baca: KPK Masih Pertimbangkan Terbitkan Sprindik Baru untuk Setya Novanto)

 

"Jangan KPK terseret oleh kepentingan golongan KPK politik tertentu. Apabila KPK melakukan langkah-langkah hukum di luar dari ketentuan yang diatur oleh hukum maka berbahaya untuk penegakan hukum di Indonesia," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menegaskan bahwa KPK bisa kembali mengeluarkan Sprindik untuk menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka.

"Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 yang mana didalam aturan itu, bahwa apabila dalam penetapan tersangka itu dibatalkan, penyidik dibenarkan untuk mengeluarkan surat perintah baru," kata Setiadi usai sidang putusan praperadilan, Jumat petang.

Namun, Setiadi menegaskan, bukan berarti KPK sudah memutuskan untuk kembali mengeluarkan Sprindik terhadap Novanto. KPK akan terlebih dulu membahasnya.

Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Setya Novanto, Jumat (29/9/2017).

Penetapan Novanto sebagai tersangka oleh KPK dianggap tidak sah alias batal. Hakim juga meminta KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Novanto.

Hakim Cepi beralasan, penetapan tersangka Setya Novanto oleh KPK tidak sah karena dilakukan di awal penyidikan, bukan di akhir penyidikan.

Hakim juga mempermasalahkan alat bukti yang digunakan KPK untuk menjerat Novanto. Sebab, alat bukti itu sudah digunakan dalam penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, dua pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis di pengadilan.

Kompas TV Meski menang praperadilan, Partai Golkar berencana tetap menjalankan rekomendasi penonaktifan ketua umumnya, Setya Novanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com