Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 30/09/2017, 07:04 WIB
|
EditorAna Shofiana Syatiri

JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk keempat kalinya, Komisi Pemberantasan Korupsi dikalahkan dalam sidang praperadilan melawan tersangka. Jumat (29/9/2017) petang, hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar menyatakan bahwa penetapan tersangka Ketua DPR RI Setya Novanto tidak sah.

Novanto merupakan tersangka dugaan korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP. Salah satu pertimbangannya yakni KPK dianggap tidak bisa menggunakan alat bukti yang diajukan berasal dari penyidikan terhadap Irman dan Sugiharto, mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri yang sudah divonis bersalah melakukan korupsi e-KTP.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, KPK kecewa terhadap putusan praperadilan tersebut.

Menurut dia, putusan praperadilan tersebut menjadi kendala KPK dalam menuntaskan kasus e-KTP. KPK akan mempelajari pertimbangan hakim yang menyatakan penetapan tersangka tidak sah.

Baca: KPK Masih Pertimbangkan Terbitkan Sprindik Baru untuk Setya Novanto

"Banyak pihak yang diduga terlibat, telah menikmati indikasi aliran dana dari proyek e-KTP ini. Tentu tidak adil jika dibiarkan bebas tanpa pertanggungjawaban secara hukum," kata Laode.

KPK memberi sinyal akan menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru untuk menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka.

Dalam kasus e-KTP, Ketua Umum Partai Golkar ini diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP. Sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

Baca: Ini Pertimbangan Hakim Cepi Batalkan Status Tersangka Setya Novanto

Selain itu, ia diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Sebelum Novanto, ada tiga tersangka KPK yang dikabulkan permohonan praperadilannya. Berikut riwayat kekalahan KPK dalam praperadilan melawan tersangka:

 

1. Budi Gunawan

Komjen Pol Budi Gunawan usai melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan calon Kepala BIN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9/2016)KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Komjen Pol Budi Gunawan usai melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan calon Kepala BIN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9/2016)
Hakim Sarpin Rizaldi mengabulkan sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Komjen Budi Gunawan yang saat itu menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri, pada Februari 2015.

Ia ditetapkan sebagai tersangka terkait rekening gendut atau tidak wajar. Penetapan itu dilakukan sehari setelah dirinya diumumkan sebagai calon Kapolri.

Budi memulai tren menggugat status tersangka melawan KPK melalui praperadilan. Dalam putusannya, Hakim menganggap penetapan tersangka Budi tidak sah secara hukum.

Dalam putusannya, Sarpin menganggap Karobinkar merupakan jabatan adminstratif dan bukan penegak hukum. Selain itu, saat kasus yang disangkakan terjadi, Budi bukan penyelengara negara lantaran saat itu masih golongan eselon II A.

Baca: Hakim Kabulkan Sebagian Gugatan Praperadilan Budi Gunawan

Hakim juga menganggap kasus yang menjerat Budi tidak merugikan keuangan negara. Hakim mengacu pada surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 12 Januari 2015, yang isinya Budi diduga melakukan korupsi secara bersama-sama berupa penerimaan hadiah.

Atas semua pertimbangan tersebut, hakim Sarpin menganggap kasus Budi bukan subyek hukum pelaku tindak pidana korupsi yang menjadi kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Baca: KPK Diminta Tak Ragu Ajukan PK Terkait Putusan Praperadilan Budi Gunawan

Oleh karena tidak bisa menghentikan penyidikan, kemudian KPK melimpahkan kasus Budi ke Kejaksaan Agung. Nyaris dua bulan pasca dilimpahkan, tak ada kabar perkembangan kasus itu.

Akhirnya, kejaksaan melimpahkan kasus Budi ke Polri. Alasannya, kasus ini sebelumnya pernah ditangani Korps Bhayangkara.

Baca: Polri Pastikan Tak Akan Lagi Gelar Perkara Kasus Budi Gunawan

Selain itu, setelah mempelajari dan mencermati berkas perkara Budi, Kejagung menyimpulkan masih perlu pendalaman atas kasus tersebut. Begitu ditangani Polri, sebagaimana diprediksi berbagai pihak sebelumnya, kasus Budi dihentikan. Polri mematahkan dugaan KPK soal rekening gendut.

2. Ilham Arief Sirajuddin

Mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, dengan menggunakan baju tahanan keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (10/7). IAS (Ilham Ariel Sirajuddin) tersangka dugaan korupsi instalasi PDAM Kota Makassar 2006-2012 akhirnya di tahan Rutan Guntur setelah di periksa penyidik KPK selama kurang lebih enam jam.KOMPAS/ALIF ICHWAN Mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, dengan menggunakan baju tahanan keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jumat (10/7). IAS (Ilham Ariel Sirajuddin) tersangka dugaan korupsi instalasi PDAM Kota Makassar 2006-2012 akhirnya di tahan Rutan Guntur setelah di periksa penyidik KPK selama kurang lebih enam jam.

Hakim tunggal praperadilan Yuningtyas Upiek mengabulkan gugatan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin atas penetapan tersangka. Ilham merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012 pada 7 Mei 2014.

Salah satu pertimbangan putusan itu karena KPK tidak menunjukkan bukti dokumen asli atau hanya salinannya dalam sidang tersebut. Bukti yang tidak asli itu meliputi berita acara permintaan keterangan (BAPK) sejumlah saksi, bukti perjanjian kerja sama rehabilitasi operasi dan pemeliharaan instalasi pengolahan minum Panaikang, bukti rincian APBD, dan bukti hasil audit anggaran.

"Termohon tidak bisa menunjukkan minimal 2 alat bukti yang sah, tidak dapat menunjukkan bukti surat telah memeriksa calon tersangka, tidak ada bukti telah didengar keterangan ahli," kata hakim.

Tak patah arang, KPK kembali melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus Ilham. Setelah itu, Ilham kembali ditetapkan sebagai tersangka dan kasusnya maju hingga pengadilan.

Ilham Arif Sirajuddin divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, pada Februari 2016. Ilham dijatuhi hukuman pidana penjara empat tahun penjara.

Baca: Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin Divonis 4 Tahun Penjara

 

3. Hadi Poernomo

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Haswandi mengabulkan permohonan gugatan praperadilan penetapan tersangka mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo, dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Putusan itu dibacakan Haswandi selaku hakim tunggal dalam agenda sidang putusan praperadilan penetapan tersangka Hadi Poernomo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (26/5/2015) petang. Tampak mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernono berjalan keluar meninggalkan ruang persidangan.KOMPAS/ALIF ICHWAN Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Haswandi mengabulkan permohonan gugatan praperadilan penetapan tersangka mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo, dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Putusan itu dibacakan Haswandi selaku hakim tunggal dalam agenda sidang putusan praperadilan penetapan tersangka Hadi Poernomo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (26/5/2015) petang. Tampak mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernono berjalan keluar meninggalkan ruang persidangan.

Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi mengabulkan sebagian permohonan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo terhadap KPK pada Mei 2015.

Hadi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyelahgunaan wewenang dalam jabatannya. Hakim menganggap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK tidak sah dan tidak berdasar hukum karena dilakukan oleh penyelidik dan penyidik independen.

Baca: Putusan Praperadilan Hadi Poernomo Dianggap Mendegradasi Eksistensi KPK

KPK dianggap mengabaikan Pasal 45 dan Pasal 46 UU KPK, di mana penyelidik atau penyidik harus berasal dari Polri atau Kejaksaan.

"UU tidak memberikan peluang pada KPK untuk mengangkat penyelidik dan penyidik independen," ujar hakim Haswandi.

Status penyelidik dan penyidik KPK di luar Polri dan Kejaksaan seolah terancam usai putusan tersebut. Hal ini menjadi masalah utama yang dipersoalkan tersangka dalam permohonan praperadilannya.

Baca: MA Tolak PK yang Diajukan KPK atas Praperadilan Hadi Poernomo

Di samping itu, hakim menganggap KPK tidak melaksanakannya sesuai dengan prosedur yang diatur di dalam Undang-undang dalam penetapan tersangka.

Penetapan tersangka Hadi dilakukan pada hari yang sama dengan penerbitan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprindik-17/01/04/2014. Menurut hakim, semestinya penyidikan dilakukan lebih dulu sebelum menetapkan tersangka.

KPK sempat mempertimbangkan kembali menetapkan Hadi sebagai tersangka. KPK kemudian menempuh langkah peninjauan kembali atas putusan praperadilan.

Baca: KPK Tunggu Salinan Putusan Praperadilan Hadi Poernomo untuk Melawan

Kompas TV Lantas bagaimana Partai Golkar menyikapi putusan hakim yang memenangkan praperadilan sang ketua umumnya?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

KSAL: Selain Kekurangan Sea Rider, Prajurit Kopaska di Koarmada III Belum Lengkap

KSAL: Selain Kekurangan Sea Rider, Prajurit Kopaska di Koarmada III Belum Lengkap

Nasional
Jadi Tersangka KPK, Lukas Enembe Ajukan Praperadilan

Jadi Tersangka KPK, Lukas Enembe Ajukan Praperadilan

Nasional
PKS Sindir Prinsip 'Tidak Diskriminatif' FIFA, Coret Rusia dari Piala Dunia tapi Israel Tidak

PKS Sindir Prinsip "Tidak Diskriminatif" FIFA, Coret Rusia dari Piala Dunia tapi Israel Tidak

Nasional
KPK Klarifikasi Kekayaan Pegawai Pajak hingga Kepala Daerah Pekan Depan

KPK Klarifikasi Kekayaan Pegawai Pajak hingga Kepala Daerah Pekan Depan

Nasional
Diawali Simulasi Perang Khusus, KSAL Pimpin Penyematan Brevet Kopaska kepada 4 Pati TNI AL

Diawali Simulasi Perang Khusus, KSAL Pimpin Penyematan Brevet Kopaska kepada 4 Pati TNI AL

Nasional
Wamenkes: Pandemi Covid-19 Kuatkan Indonesia Hadapi Pandemi Lainnya

Wamenkes: Pandemi Covid-19 Kuatkan Indonesia Hadapi Pandemi Lainnya

Nasional
Kapuskes TNI: Ada Kemungkinan RSDC Wisma Atlet Dikembalikan ke Fungsi Semula

Kapuskes TNI: Ada Kemungkinan RSDC Wisma Atlet Dikembalikan ke Fungsi Semula

Nasional
PKB Nilai Koalisi Besar Tak Mungkin: Kalau Lebih Sedikit, Itu Keinginan Elite

PKB Nilai Koalisi Besar Tak Mungkin: Kalau Lebih Sedikit, Itu Keinginan Elite

Nasional
PKB Perkirakan Pengumuman Capres-Cawapres Koalisi Mei 2023

PKB Perkirakan Pengumuman Capres-Cawapres Koalisi Mei 2023

Nasional
RSDC Wisma Atlet Resmi Ditutup, Alkesnya Bakal Dihibahkan

RSDC Wisma Atlet Resmi Ditutup, Alkesnya Bakal Dihibahkan

Nasional
Anggap Wacana Prabowo-Ganjar Semu, PKB: Tak Usah Dibahas

Anggap Wacana Prabowo-Ganjar Semu, PKB: Tak Usah Dibahas

Nasional
RSDC Wisma Atlet Ditutup, Relawan dan Nakes Dipulangkan

RSDC Wisma Atlet Ditutup, Relawan dan Nakes Dipulangkan

Nasional
KPU Minta Bawaslu Berikan Data Rinci 6,4 Juta Pemilih Bermasalah Saat Coklit

KPU Minta Bawaslu Berikan Data Rinci 6,4 Juta Pemilih Bermasalah Saat Coklit

Nasional
HGU di IKN Bisa Sampai 190 Tahun, Kepala Otorita Sebut Perlu Ada Kepastian bagi Investor

HGU di IKN Bisa Sampai 190 Tahun, Kepala Otorita Sebut Perlu Ada Kepastian bagi Investor

Nasional
Abraham Samad Sesalkan Lahirnya UU Baru Justru Preteli Kewenangan KPK

Abraham Samad Sesalkan Lahirnya UU Baru Justru Preteli Kewenangan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke