Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Beberkan Kejanggalan Putusan Praperadilan Setya Novanto

Kompas.com - 30/09/2017, 06:33 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan sejumlah kejanggalan pada putusan praperadilan Ketua DPR RI, Setya Novanto, atas statusnya sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan E-KTP. Hakim praperadilan Cepi Iskandar, yang merupakan hakim tunggal pada perkara itu, dalam putusannya pada Jumat (29/9/2017) menyatakan penetapan tersangka terhadap Novanto oleh KPK tidak sah. Bahkan penyidikan perkara kasus itu harus dihentikan.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, ada banyak sekali kejanggalan yang dicatat pihaknya dari proses praperadilan tersebut.

"Semua bukti relevan yang sifatnya formal ataupun sifatnya materiel sudah kami ajukan. Kami juga minta rekaman diperdengarkan tapi ditolak oleh hakim," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Kejanggalan lainnya misalnya, alat bukti yang digunakan KPK atas penetapan Novanto sebagai tersangka dimasalahkan. Alat bukti tersebut dianggap sudah digunakan dalam perkara sebelumnya dan digunakan untuk perkara selanjutnya.

"Kalau kita bicara tentang bukti permulaan dikatakan tidak cukup atau tidak ada penyidikan dilakukan, tentu tidak benar. Sudah diuraikan bukti-bukti tersebut disampaikan pada praperadilan itu," kata dia.

Baca juga: Hakim Cepi: Tak Sah Penetapan Tersangka Setya Novanto oleh KPK

"Apakah itu dipandang tidak cukup oleh hakim. Padahal KPK juga memiliki bukti jauh lebih banyak ketimbang yang disampaikan praperadilan," tambah dia.

Febri menegaskan, alat bukti yang disampaikan di praperadilan adalah bukti-bukti permulaan yang sudah ada sejak penyelidikan tahun 2003.

"Proses penyelidikan kasus e-KTP secara menyeluruh. Dalam proses penyelidikan kita belum bicara siapa, berbeda dengan proses penyidikan. Artinya ketentuan UU 30/2002 tentang KPK tidak dielaborasi secara maksimal di praperadilan tersebut," kata dia.

Meski demikian, sebagai penegak hukum, lembaga anti-rasuah, KPK akan menghormati produk dari institusi peradilan tersebut.

"Sikap itu kami ambil, kami hormati praperadilan tersebut. Banyak catatan akan kami bahas lebih lanjut dan hal tersebut tidak mengubah putusan yang dijatuhkan," kata dia.

Lihat juga: KPK Masih Pertimbangkan Terbitkan Sprindik Baru untuk Setya Novanto

Hakim Cepi Iskandar menerima sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Novanto. Dalam putusannya, ia menyatakan penetapan tersangka Novanto oleh KPK tidak sah. Hakim juga memerintahkan, KPK harus menghentikan penyidikan kasus Novanto.

Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh KPK pada 17 Juli 2017. Novanto lalu mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 4 September 2017. Ia  keberatan atas status tersangka dari KPK.

Ketua Umum Partai Golkar itu diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan pada kasus E-KTP. Sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, ia diduga ikut mengatur agar anggaran proyek E-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui anggota DPR.

Novanto juga diduga telah mengondisikan pemenang lelang dalam proyek E-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Pihak Novanto sebelumnya meminta KPK menghentikan sementara penyidikan hingga ada putusan praperadilan. Novanto dua kali tak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka lantaran dirawat di rumah sakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com