JAKARTA, KOMPAS.com - Penahanan Gubernur Sulawesi Tenggara (non-aktif) Nur Alam diperpanjang selama sebulan ke depan. Ia mendekam di Rutan Pomdam Jaya Guntur sejak Rabu (5/7/2017) lalu.
"Penyidik melakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari, mulai 3 Oktober-1 November 2017 terhadap tersangka NA, Gubernur Sulawesi Tenggara," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (29/9/2017).
Nur Alam diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan nikel di dua kabupaten di Sulawesi Tenggara, selama 2009 hingga 2014. Dia ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2016 lalu.
Ia diduga memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi, dengan menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Baca: Keluarga Menangis saat Nur Alam Keluar Gunakan Rompi Tahanan KPK
Selain itu, penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Baca: Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam Ditahan KPK
Penyidik KPK menduga Nur Alam menerima pemberian dari pihak swasta dalam setiap penerbitan izin pertambangan yang dikeluarkan tanpa mengikuti aturan yang berlaku.
Atas dugaan itu, Nur Alam dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Baca: Kasus Nur Alam, KPK Akan Periksa PNS Sultra