JAKARTA, KOMPAS.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah sejumlah tempat di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur sejak Selasa (26/9/2017).
Penggeledahan dilakukan terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengungkapkan bahwa penggeledahan di sejumlah tempat tersebut telah dilakukan sejak dua hari kemarin sampai dengan hari ini.
"Kegiatan penyidikan yang dilakukan tim dimulai dari dua hari kemarin. Tim melakukan penggeladahan di sejumlah tempat," kata Basaria di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
(Baca juga: Suap Bupati Kukar Rita Widyasari Diduga Terkait Izin Perkebunan Kelapa Sawit)
Pada Selasa, tim KPK menyisir Kompleks Perkantoran Kabupaten Kutai Kartanegara, di antaranya Kantor Bupati, Pendopo Bupati, dan dua rumah lainnya.
Sedangkan pada Rabu (27/9/2017), kantor Dinas Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan yang digeledah oleh tim lembaga anti-rasuah.
Sementara hari ini, tim KPK melakukan penggeledahan di kantor Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian dan Dinas Penanaman Modal.
Dari penggeledahan sejumlah tempat tersebut, Basaria mengungkapkan ada sejumlah dokumen yang berhasil disita tim KPK.
"Dokumen berisi catatan keuangan transaksi terkait dugaan gratifikasi yang diterima dan dokumen terkait perizinan lokasi perkebunan kelapa sawit serta proyek-proyek di Kukar," tutur dia.
(Baca juga: KPK Sita Empat Mobil Milik Bupati Kukar Rita Widyasari )
Dalam kasus ini, KPK tak hanya menjerat Rita sebagai tersangka. KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yaitu Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) Khairudin, dan Hari Susanto Gun selaku Direktur Utama PT SGP (Sawit Golden Prima).
Hari Susanto diduga memberikan uang sejumlah Rp 6 miliar kepada Rita terkait pemberian izin operasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT SGP.
Selain itu, Rita dan Khairudin diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan Rita sebagai penyelenggara negara. Nilainya 775 ribu dollar AS atau setara Rp 6,97 miliar.
Sebagai penerima suap, Rita disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, sebagai pemberi suap, Hari Susanto disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terkait dugaan penerimaan gratifikasi, Rita dan Khairudin disangka melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.