Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Nilai UU Penodaan Agama Masih Diperlukan, Ini Alasannya

Kompas.com - 26/09/2017, 20:52 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Mia Amiyati, menyampaikan bahwa Undang-Undang Penodaan Agama masih diperlukan untuk memberikan kepastian hukum bagi umat beragama.

Hal ini disampaikan Mia dalam sidang uji materi terkait penodaan agama yang digelar di Mahkmah Konstitusi, Jakarta, Selasa (26/9/2017). Dia memberikan keterangan mewakili pihak Pemerintah selaku pembuat undang-undang.

"Sebagaimana disampaikan Mahkamah pada Putusan Nomor 34/PUU-X/2012 tanggal 19 September 2013, pertimbangan Mahkamah pada pokoknya, Undang-Undang Pencegahan Penodaan Agama masih diperlukan walaupun rumusannya belum dapat dikatakan sempurna," kata Mia.

"Karena apabila UU Pencegahan Penodaan Agama dicabut sebelum ada peraturan baru lainnya, dikhawatirkan timbul penyalahgunaan dan penodaan agama yang dapat menimbulkan konflik," ucap dia.

Selain itu, lanjut Mia, dalam putusan lainnya, yakni dalam Perkara Nomor 140/PUU-VII/2009, Mahkamah pernah berpendapat bahwa UU Penodaan Agama masih diperlukan dan sama sekali tidak bertentangan dengan perlindungan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

(Baca juga: Pasal Penodaan Agama Dipakai untuk Urusan Politik sampai Percintaan)

Berkaitan dengan putusan tersebut, Mia mengatakan, Mahkamah sependapat dengan keterangan ahli, yakni mantan Ketua Umum PBNU (almarhum) Hasyim Muzadi.

Saat itu Hasyim menyatakan bahwa UU Pencegahan Penodaan agama bukanlah undang-undang tentang kebebasan beragama yang dapat diartikan sebagai bagian dari hak asasi manusia.

Akan tetapi, UU Penodaan Agama mengatur perihal larangan penodaan terhadap agama.

Kemudian, UU Pencegahan Penodaan Agama dinilai lebih memberi wadah atau bersifat antisipatif terhadap kemungkinan terjadinya tindakan aksi anarkistis yang timbul apabila ada penganut suatu agama merasa agama yang diyakininya telah dinodai.

"Dengan adanya UU Pencegahan Penodaan Agama, maka masalah dapat diselesaikan melalui hukum yang sudah ada (yakni UU Pencegahan Penodaan Agama)," kata Mia.

(Baca juga: Peneliti CSIS Nilai Definisi Pasal Penodaan Agama Perlu Diperjelas)

Oleh karena itu, lanjut Mia, jika melihat kembali Pasal 1 UU Penodaan Agama maka substansinya bukanlah bertujuan mengekang kebebasan beragama. Akan tetapi, justru memberikan rambu-rambu tentang pencegahan atau penodaan agama.

"Penodaan agama merupakan bentuk kejahatan yang dilarang oleh banyak negara," kata dia.

Sebelumnya, sembilan anggota Jemaah Ahmadiyah Indonesia dari berbagai daerah mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Penodaan Agama ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Kuasa hukum para Pemohon, yakni Fitria Sumarni mengatakan, ketentuan berlakunya Pasal 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 1 PNPS (Penetapan Presiden) tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (P3A/Penodaan Agama) telah merugikan hak konstitusional kliennya. 

Mereka berpandangan, pasal-pasal tersebut bisa ditafsirkan sangat luas. 

Selanjutnya, pasal tersebut menjadi dasar dari pembuatan Surat Keputusan Bersama terkait dengan keberadaan Jamaah Ahmadiyah (SKB Ahmadiyah) dan SKB tersebut menjadi rujukan bagi pemerintah daerah menetapkan aturan.

"Ketidakjelasan norma dalam pasal  tersebut yang kemudian dituangkan menjadi SKB dan ditafsirkan oleh Peraturan Daerah menjadikan kerugian yang dialami para pemohon sangat spesifik dan konkret," kata Fitria, dalam sidang uji materi di MK, Jakarta Pusat, Senin (11/9/2017).

Kompas TV Dituduh Sebar Kebencian, Kaesang Dilaporkan ke Polisi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com