Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Romli Atmasasmita Nilai KPK Tergesa-gesa Tetapkan Novanto Jadi Tersangka

Kompas.com - 26/09/2017, 17:15 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, dihadirkan sebagai salah satu ahli dalam sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto.

Romli mengatakan, ia juga mengikuti perkembangan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP, baik yang masih di tingkat penyidikan maupun yang sudah divonis di pengadilan.

Romli menganggap, dalam dakwaan dua mantan pejabat Kementeriam Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, tidak dimunculkan jelas tentang peran Setya Novanto dalam kasus tersebut.

"Soal penetapan tersangka, kalau saya melihat dakwaan KPK 141 halaman, masih jauh," ujar Romli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/9/2017).

(Baca juga: Novanto Hadirkan Ahli Pidana dan Administrasi Negara dalam Sidang Praperadilan)

Dalam dakwaan, Novanto disebut memengaruhi, menggerakkan pihak tertentu dalam proyek e-KTP. Namun, kata Romli, dalam KUHP dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tidak dikenal kalimat "memengaruhi" dan "menggerakkan".

Pernyataan tersebut, menurut Romli, sifatnya masih dugaan dan asumsi yang ditarik dari keterangan dan transaksi. Terlebih lagi, Novanto diduga ikut dalam perbuatan merugikan keuangan negara.

"Walaupun BPK katakan ada kerugian negara, buat siapa kerugian negaranya? Yang jelas buat yang divonis itu. Makanya menurut saya KPK tergesa-gesa," kata Romli.

Menurut pihak pengacara Novanto, keterangan saksi-saksi saling berseberangan. Dengan demikian, kata Romli, bukti yang dimiliki KPK untuk menjerat Novanto masih lemah.

"Sampai sekarang KPK susah cari bukti-bukti itu. Kalau dikira-kira sih boleh saja. Kira-kira namanya, dikira-kira jadi nyata," kata Romli.

(Baca juga: KPK Permasalahkan Romli Atmasasmita Jadi Ahli Praperadilan Novanto)

KPK sendiri sudah menyatakan bahwa penetapan Setya Novanto sebagai tersangka sudah memenuhi ketentuan yang berlaku. KPK pun membawa sekitar 200 bukti dokumen untuk ditampilkan.

Sebanyak 200 bukti dokumen itu dinilai dapat menunjukkan kuatnya kontruksi dari kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Dalam hal ini termasuk indikasi keterlibatan Setya Novanto.

(Baca juga: Hadapi Praperadilan Setya Novanto, KPK Hadirkan 200 Bukti)

Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK pada kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu.

Novanto diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.

Sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, ia diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

Selain itu, ia diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Kompas TV Sidang diagendakan berlangsung Selasa (26/09) di PN Jakarta Selatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com