JAKARTA, KOMPAS.com - Tim pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto menambah barang bukti dalam sidang praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bukti tersebut adalah laporan kinerja KPK selama 10 tahun mulai 2006 hingga 2016.
Laporan tersebut diserahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Panitia Khusus Hak Angket DPR terhadap KPK.
Anggota Biro Hukum KPK Indah Oktianti mempermasalahkan bukti baru tersebut. Sebab, pihak Novanto dianggap meminta dokumen itu dari Pansus, bukan langsung kepada BPK sebagai lembaga resmi yang menyusun laporan itu.
Ia meminta pengacara Novanto membuktikan asal dokumen tersebut.
Baca: KPK: Kami Masih Percaya Kalau Novanto Sakit
"Kami pertanyakan, ketika BPK keluarkan laporan hasil tersebut, dikeluarkan untuk Pansus. Kemudian bergeser jadi bukti di praperadilan. Mohon penjelasannya," ujar Indah, dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Srlasa (26/9/2017).
Indah mengatakan, tim pengacara Novanto hanya menunjukkan surat permohonan permintaan laporan itu kepada Ketua DPR RI.
Namun, tidak ada jawaban resmi dari Ketua DPR yang adalah Novanto sendiri. Apalagi, DPR bukan lembaga resmi yang bisa mengeluarkan produk dokumen dari BPK.
"Seharusnya dia buktikan perolehan dokumen itu bagaimana? Tidak ada surat resmi DPR atas jawaban permohonan, walau dia ketua DPR," kata Indah.
Sementara itu, pengacara Novanto, Ketut Mulya Arsana mengatakan, surat yang dikirim ditujukan kepada Ketua DPR RI dan pimpinan Pansus Angket KPK.
Menurut dia, dalam praperadilan tidak dibahas proses mendapatkan barang bukti, melainkan sah atau tidaknya barang bukti tersebut.
Baca: KPK Permasalahkan Romli Atmasasmita Jadi Ahli Praperadilan Novanto
Terkait bagaimana laporan itu didapatkan Pansus, kata dia, pihak Novanto tak mau tahu.
Yang jelas, prosedur permohonan laporan kinerja KPK itu sudah dilakulan secara resmi melalui surat.
"Bagaimana proses internal di mereka di pemberi dokumen, itu masalah internal. Sah atau tidaknya bukti itu kami kembalikan ke Yang Mulia (hakim)," kata Ketut.