JAKARTA, KOMPAS.com - Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi jawaban atas keberatan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam sidang praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka.
KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Sebelumnya, pihak kuasa hukum Novanto menganggap, KPK tidak melakukan penyidikan sesuai undang-undang yang berlaku sebelum menetapkan Novanto sebagai tersangka.
Sebab, pengumuman Novanto sebagai tersangka dilakukan pada hari yang sama dengan dikeluarkannya surat perintah penyidikan.
Menurut pengacara Novanto, Agus Trianto, KPK tidak punya dua alat bukti yang cukup, yang seharusnya dicari dalam proses penyidikan.
Baca: Menurut Dokter, KPK Sudah Bisa Periksa Setya Novanto
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menyanggah anggapan tersebut. Ia mengatakan, sekurang-kurangnya dua alat bukti itu sudah ada dalam proses penyelidikan.
"Itulah sebabnya dalam menaikkan tahap penyelidikan ke penyidikan harus diperoleh dulu sekurangnya dua alat bukti yang menunjukkan adanya peristiwa pidana dan siapa calon tersangkanya," ujar Setiadi, saat membacakan tanggapan dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/9/2017).
Hal itu tercantum dalam Pasal 44 ayat 1 dan 3 Undang-undang KPK. Dengan demikian, ketika kasus itu dinaikkan ke tingkat penyidikan, sudah diketahui nama tersangkanya.
Ia mengatakan, hal ini menjadi konsekuensi logis tak diberikannya kewenangan bagi KPK untuk mengeluatkan surat perintah penghentian penyidikan.
"Oleh karena itu, sangat berdasar pada tahap akhir penyelidikan, termohon punya calon tersangka karena sudah temukan peristiwa pidana dan temukan minimal dua alat bukti," kata Setiadi.
Baca: Setelah Vertigo, Kini Jantung Setya Novanto yang Bermasalah
Setiadi mengatakan, Novanto ditetapkan sebagai tersangka setelah dilakukan pemeriksaan terhadap para saksi dan pengumpulan dokumen fisik serta elektronik.
Novanto juga sudah diperiksa beberapa kali oleh penyidik sebagai saksi dalam penyidikan tersangka lainnya.
Bahkan, Novanto juga dihadirkan dalam sidang dengan terdakwa dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.
"Dan dikuatkan adanya fakta yang terkuak dalam persidangan Irman, Sugiharto, dan Andi," kata Setiadi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.