JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menilai besaran dana persuara untuk partai politik masih sangat kurang.
Menurut dia, pemerintah semestinya bisa lebih berkontribusi dalam menaikkan anggaran parpol yang saat ini nilainya Rp 108 persuara pertahun. Idealnya, kata dia, parpol mendapat dana hingga Rp 10.000 persuara.
"Teman-teman KPK dan LIPI mencari bandingan negara lain, karena itu KPK mengusulkan yang paling wajar sekurang-kurangnya Rp 10.000," ujar Syarif di kantor DPP PKS, Jakarta, Rabu (20/9/2017).
Syarif mengatakan, anggaran tersebut masih bisa ditampung APBN yang besarannya mencapai Rp 2.000 triliun pertahun.
Namun, KPK tidak mungkin mengusulkan langsung dengan jumlah sebesar itu kepada pemerintah. Peningkatan nilai suara untuk parpol sebaiknya dilakukan secara bertahap.
(Baca: Istana dan Mendagri Saling Lempar soal PP Kenaikan Dana Parpol)
"Kita usulin Rp 1.000 dulu, Rp 2.000 dulu, apakah ada perubahan tidak parpol ini, memenuhi empat syarat (partai berintegritas) tadi atau tidak. Biar kelihatan juga," kata Syarif.
Syarif mengatakan, uang Rp 10.000 persuara itu sebagian besar bisa dialokasikan untuk biaya operasional partai yang cukup menguras biaya. Misalnya, kata dia, saat pilkada, partai butuh uang banyak untuk membayar uang makan saksi-saksi yang disebar di tempat pemungutan suara.
"Maka harus dicari jalan supaya kalau negara ikut membiayai, maka parpol itu bisa diaudit. Akan jadi lembaga publik," kata Syarif.
Sementara itu, Presiden PKS M Sohibul Imam, mengatakan, biaya Rp 108 persuara pertahun tak cukup memenuhi kebutuhan operasional partai selama setahun. Setelah dihitung-hitung, PKS hanya mendapatkan Rp 900 juta pertahun.
(Baca: Setelah Dana Parpol Naik 10 Kali Lipat, DPR Minta Lagi Dana Bantuan Rutin)
Untungnya, kata dia, kader PKS terbiasa membayar iuran perbulan untuk menambah kas partai. Bahkan, untuk Musyawarah Nasional, para kader bersedia membayar iuran lebih.
"Yang kami timbulkan spiritnya. Buat Munas lalu habis Rp 4 miliar , kami galang karena kader biasa kita tarik, tapi bayarnya lebih besar," kata Sohibul.
Di samping biaya operasional, biaya pendidikan politik juga tak kalah penting. Sebab, salah satu fungsi parpol adalah memberi pendidikan politik kepada masyarakat. Dengan demikian, kata dia, kualitas demokrasi masyarakat di Indonesia semakin baik.
"Bukan buat parpolnya, tapi untuk masyarakat," kata Sohibul.