JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran, Nina Armando, menganggap pasal-pasal dan draf revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran telah dicampuri banyak kepentingan.
Sorotan diberikan terutama terhadap draf yang dikeluarkan oleh Badan Legislatif DPR RI.
Menurut Nina, poin-poin di dalamnya justru memfasilitasi apa saja yang diperjuangkan oleh media-media yang mengedepankan kepentingan industri dalam penyiaran.
ee ujar Nina dalam diskusi di Jakarta, Minggu (17/9/2017).
Nina mengatakan, dari sejak disusun di Komisi I, pembahasan revisi tersebut sangat tertutup. Kemudian, Komisi I menyerahkan draf revisi ke Baleg DPR RI.
Masalahnya, kata Nina, poin-poin yang disusun dalam draf Komisi I banyak diubah oleh Baleg.
"Jadi kami lihat ada kesamaan yang sangat banyak antara apa yang diperjuangkan, yang diminta ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) dengan draf Baleg," kata Nina.
(Baca juga: KPI Kritik Draf RUU Penyiaran Libatkan Stasiun TV dalam Pemberian Sanksi)
Adapun poin-poin yang dikritisi antara lain diubahnya sistem digitalisasi televisi dengan konsep single mux operator dan penetapan Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara penyiaran multipleksing digital.
Namun, ATVSI menentang konsep yang saat ini tertera dalam undang-undang yang berlaku saat ini. Asosiasi tersebut ingin konsep multi-mux operator diberlakukan.
"Dan itu (multi mux) ada di draf Baleg," kata Nina
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan