Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesti Internasional Kecam Pembubaran Seminar Sejarah 1965

Kompas.com - 16/09/2017, 17:10 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty International menyayangkan langkah kepolisian yang melarang seminar bertajuk "Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965/1966" yang digelar di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Sabtu (16/9/2017).

"Pelarangan seminar ini memperpanjang daftar pemberangusan kegiatan-kegiatan pengungkapan kebenaran peristiwa 1965/1966," ujar Direktur Amnesty International Usman Hamid melalui siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu sore.

"Pelarangan ini juga merupakan pelaksanaan keliru atas undang-undang yang secara jelas menjamin kemerdekaan setiap warga negara untuk berkumpul dan berpendapat secara damak. Tren seperti ini harus dihentikan," lanjut dia.

Baca: Tak Berizin, Polisi Bubarkan Seminar Bertema 1965 di LBH Jakarta

Padahal simposium itu menghadirkan korban, akademisi, aktivis HAM, mantan anggota militer dan perwakilan pemerintah.

Simposium itu merujuk pada laporan akhir investigasi Komnas HAM pada Juli 2012 yang menyatakan bahwa peristiwa 1965/1966 memenuhi kriteria sebagai kejahatan kemanusiaan.

Usman menambahkan, langkah pelarangan kepolisian bertentangan dengan komitmen Presiden Joko Widodo yang menyatakan ingin melepaskan generasi muda dari beban sejarah dengan mendukung upaya pengungkapan kebenaran atas peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk 1965/1966.

"Pelarangan oleh polisi membuat komitmen Presiden terlihat sebagai bentuk hipokrasi. Ini saatnya Presiden Jokowi mendengar suara korban ketimbang membiarkan polisi membungkamnya," ujar Usman.

Diberitakan sebelumnya, Polda Metro Jaya membubarkan seminar di Gedung YLBHI Jakarta di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu siang.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Argo Yuwono mengatakan, pembubaran dilakukan karena acara itu digelar tanpa izin.

"Seandainya mengumpulkan banyak orang kemudian berkegiatan tanpa memberikan pemberitahuan atau izin kepolisian, ya kami berhak bubarkan. Jadi belum ada (pemberitahuan) dari panitia kepada kepolisian," ujar Argo di Jakarta.

Baca: Menanti Langkah Konkret Pemerintah soal Penuntasan Tragedi 1965

Argo menolak jika ada yang beranggapan pembubaran itu dilakukan karena seminar membahas topik pelanggaran HAM berat pada 1965/1966.

Argo juga amat yakin, pembubaran tersebut telah sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com