Selama berada di Suriah, Nurshadrina diperlakukan secara tidak manusiawi oleh para anggota ISIS. Kaum perempuan yang berasal dari luar Suriah ditempatkan di sebuah asrama yang tidak layak dan kotor. Sementara kaum laki-laki dipaksa untuk ikut berperang.
Kaum perempuan didata berdasarkan statusnya, antara yang sudah berkeluarga, belum menikah dan janda. Setelah itu ditempatkan secara terpisah di asrama tersebut.
Nurshadrina menuturkan, hampir setiap hari para militan ISIS mendatangi asrama tersebut. Mereka mendatangi pimpinan asrama untuk meminta perempuan yang belum menikah atau janda untuk dijadikan istri.
Secara paksa, para militan ISIS itu melamar seorang perempuan yang disukainya tanpa peduli apakah perempuan itu mau atau tidak.
"Mereka meminta istri ke pimpinan asrama kami karena pimpinan asrama kami punya daftar siapa saja yang masih single dan yang janda. Mereka datang, 'saya mau yang ini', datang pagi-pagi untuk melamar dan sorenya sudah minta jawaban. Secepat itu minta jawaban, harus kawin," kata Nurshadrina.
"Saya secara pribadi, fighter ISIS itu menganggap perempuan hanyalah sebagai pabrik anak saja," tuturnya.
(Baca juga: Eks WNI Simpatisan ISIS: Perempuan Hanya Dianggap "Pabrik Anak")
Setelah tiba di Tanah Air, Nurshadrina dan Lasmiati berharap Pemerintah Indonesia mau menerima mereka kembali sebagai warga negara.
Meski demikian, mereka pun menyadari banyaknya kecaman dari masyarakat karena memutuskan bergabung dengan ISIS.
Bahkan mereka berjanji akan membantu pemerintah agar tidak ada lagi WNI yang mempercayai ajaran dan propaganda ISIS.
"Karena kami ingin kembali ke Indonesia. Kami sudah tidak mau di Suriah lagi. Karena di sana tidak benar, ya sudah kami pulang ke Indonesia saja. Saya yakin Insya Allah Indonesia akan menerima kami," ucap Lasmiati.
"Kami sudah yakin, sudah melihat sendiri apa yang terjadi di sana dan Insya Allah setelah kami di sini bisa membantu pemerintah agar jangan sampai ada yang seperti kami lagi," ujar Nurshadrina, menambahkan.