JAKARTA, KOMPAS.com - Pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berujung temuan Rp 550 miliar dana yang tidak dapat diyakini kebenarannya di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Temuan itu mengenai pertanggungjawaban pembayaran honorarium dan bantuan operasional kepada tenaga pendamping profesional dana desa tahun 2016 sebesar Rp 550.467.601.225.
Lantas, bagaimana Kementerian Desa bisa memeroleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK?
Ketua tim pemeriksa laporan keuangan Kementerian Desa dan PDTT untuk tahun 2016, Andi Bonanganom, dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/9/2017).
Andi bersaksi untuk dua terdakwa, yakni Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendes, Jarot Budi Prabowo. Keduanya didakwa menyuap auditor BPK.
(Baca: Auditor BPK Beda Keterangan soal Karaoke dan Oleh-oleh dari Kemendes)
Dalam persidangan, jaksa KPK Ali Fikri sempat bertanya kepada Andi seputar temuan Rp 550 miliar tersebut. Jaksa menanyakan, apakah temuan itu berpengaruh untuk menentukan opini Kementerian.
Menurut Andi, sesuai panduan pemeriksaan, tim harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya, termasuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
"Jadi, hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu kami analisa, dan memang ada temuan yang cukup besar yaitu mengenai pendampingan dana desa. Secara nilai kami analisa," kata Andi.
Dari hasil analisa tim, diketahui bahwa yang dipermasalahkan adalah mekanisme pertanggungjawaban dana pendampingan desa. Setelah dipelajari, ternyata mekanisme pemberian dana bagi pendamping menggunakan mekanisme lumpsum.
(Baca: Sekjen Kemendes Minta Bawahannya Laksanakan "Mission Impossible")
Selain itu, menurut Andi, tim pemeriksa keuangan sudah menanyakan kepada
Kementerian Desa, mengenai hal-hal apa saja yang sudah dilakukan sebagai tindaklanjut rekomendasi dari hasil temuan sebelumnya.
"Karena mekanisme lumpsum, itu jadi tidak berpengaruh. Dari hasil yang diperoleh dari Kementerian, kami tahu bahwa Kemendes sudah tindaklanjuti sebagian besar dari rekomendasi itu," kata Andi.
Menurut Andi, terkait temuan Rp 550 miliar, Kemendes telah menyerahkan bukti Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), bukti transfer, dan daftar penerima rekening. Dengan demikian, temuan Rp 550 miliar itu dianggap telah selesai diklarifikasi oleh Kemendes.
"Kami uji, apakah asersi untuk belanja tersebut sudah disajikan secara wajar di laporan keuangan," ujarnya.