Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Didik Supriyanto
Kolumnis

Kolomnis, tinggal di Semarang, bisa dihubungi melalui didik.rangga@gmail.com. Selain menulis di beberapa media, Didik Supriyanto juga menulis sejumlah buku pemilu. Daftar buku-buku pemilu karya Didik Supriyanto bisa dilihat di https://goo.gl/8rSaEm

Pemilu Paling Rumit di Dunia dan Akhirat

Kompas.com - 13/09/2017, 22:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

PEMILIHAN umum atau pemilu itu rumit. Buktinya, setiap kali penyelenggaraan pemilu selalu ada masalah.

Mulai dari pemilih tidak masuk daftar, calon mengamuk, partai politik saling tuding, kampanye bising dan merusak pemandangan, bagi-bagi duit masif, perang kata-kata di Mahkamah Konstitusi, pengawas tidak berdaya, penyelenggara memanipulasi data, dll.

Majalah Time pada 2004 menyebut pemilu legislatif di Indonesia merupakan pemilu paling rumit di dunia. Bagaimana tidak, sekali masuk bilik suara, seorang pemilih harus membuka empat lembar surat suara, memilih empat nama di antara ratusan calon.

KPU harus sediakan ratusan juta lembar surat suara dalam waktu singkat di seluruh pelosok negeri.

Jika pemilu legislatif pada 2004 disebut pemilu paling rumit di dunia, maka pada 2019 nanti kita akan memecahkan rekor lagi.

Baca juga: Mengenali Pemilu Agar Tak Sebal Melulu

Sebab, pada Pemilu 2019 pemilih tidak hanya mencoblos empat surat suara pemilu legislatif, tetapi tambah lagi satu surat suara pemilu presiden. Inilah pemilu serentak nasional sebagaimana diatur dalam UU No 7 Tahun 2017.

Terhadap banyaknya calon yang harus dipilih tersebut, Prof Ramlan Surbakti, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga berkata, inilah pemilu borongan khas Indonesia. Tidak ada di dunia pemilu segila di negeri ini.

Mendengar Prof Ramlan bilang seperti itu, saya pun menimpali, “Ya Prof, di akhirat juga tidak ada pemilu segendeng ini.”

Sebagai pemilih bisa saja Anda tidak merasakan kerumitan itu. Mungkin sudah terbiasa.

Tetapi coba berpikir sejenak dan jawablah pertanyaan ini: benarkah kita mengenali betul nama-nama calon yang kita pilih dalam surat suara pemilu legislatif? Sebagian besar pemilih menjawab, tidak. Setidaknya itulah hasil survei kecil yang saya lakukan di TPS.

Mengapa? Sebab demikian banyak calon yang harus kita kenali untuk mendapatkan satu yang terbaik. Karena tidak bisa mengenali calon dengan baik, ya akhirnya kita asal memilih.

Pemilih akan memilih calon yang poster dan spanduknya sering dilihat, atau memilih calon berdasarkan kartu nama yang dititipkan tim sukses bersama uang atau sembako.

Seberapa banyak calon yang kita hadapi dalam pemilu legislatif? Mari berhitung.

Pada Pemilu 2014 terdapat 12 partai politik peserta pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, di mana setiap partai politik berhak mengajukan calon sejumlah kursi yang tersedia di setiap daerah pemilihan.

Jika daerah pemilihan itu berkursi 3 (minimal), maka terdapat 36 calon; jika daerah pemilihan itu berkursi 12 (maksimal), maka terdapat 144 calon.

Jumlah ini dikalikan dengan 3 lembaga (DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota), maka sedikitnya terdapat 108 calon dan sebanyaknya 432 calon. Ini masih ditambah lagi 20 sampai 30 calon anggota DPD.

Menghadapi calon sebanyak itu, maka jangan pernah berharap pemilih akan bersikap rasional. Sebab, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengenali dengan baik calon-calon yang sedang berkompetisi.

Kebingungan inilah yang sesungguhnya menjadi katalisator politik uang yang dilakukan calon dengan dukungan tim sukses masing-masing.

Bagi pemilih yang memiliki preferensi partai politik akan lebih mudah. Mereka tinggal mengenali calon-calon yang diajukan partainya, sedangkan calon-calon dari partai lain diabaikan.

Tapi berapa banyak pemilih yang memilki preferensi partai politik. Berdasarkan berbagai survei, jumlahnya tidak sampai 40 persen setiap kali pemilu.

Partai politik sesungguhnya mengalami kesulitan melakukan rekrutmen calon besar-besaran. Namun pragmatisme menyebabkan mereka menempuh jalan pintas: melakukan rekrutmen calon secara terbuka.

Dengan dalih memberi kesempatan kepada putra-putri terbaik bangsa, mereka merekrut siapa saja, tidak peduli kader atau bukan, berprestasi atau tidak, asal punya modal cukup, dimasukkanlah dalam daftar calon.

Lalu di mana fungsi kaderisasi partai politik? Bukankan partai politik harus menyiapkan kader-kadernya untuk menduduki posisi-posisi pemerintahan?

Jika tidak melakukan kaderisasi lalu mengambil siapa saja yang minat dan kuat, partai politik memang tidak ubahnya lembaga penyalur tenaga kerja (politik). Inilah ironi partai politik kita.

Pemilu borongan tidak hanya membuat pemilih sulit untuk bersikap rasional dan mencegah partai politik melakukan kaderisasi, tetapi juga memberi beban kepada peyelenggara melampaui batas kemampuan normalnya.

Mari berhitung apa yang dilakukan KPU dalam pemilu yang baru lalu. Pada Pemilu 2014, untuk melayani 12 partai politik peserta pemilu, 137 ribu calon anggota legislatif, dan 187 juta pemilih, KPU harus mencetak 765 juta surat suara dengan 2.191 varian. Ratusan juta surat suara itu harus didistribusikan ke 545 ribu TPS di seluruh penjuru tanah air.

Pengadaan suara suara tersebut dilakukan dalam waktu singkat, kurang dari dua bulan. Makanya jangan heran jika setiap pemilu selalu terjadi: surat suara belum sampai TPS, surat suara rusak, surat suara kurang, dan surat suara tertukar. Semua itu terjadi karena KPU mengerjakan sesuatu yang unmanageable.

Nah, jika pemilu legislatif selama ini sudah demikian rumit bagi pemilih dan demikin berat bagi penyelenggara, bagaimana dengan Pemilu 2019 nanti?

Sebab dalam pemilu tersebut, pemilih tidak hanya menghadapi 400-calon seperti biasanya, tetapi juga menghadapi dua atau lebih pasangan calon presiden dan wakil presiden. Itu artinya, KPU tidak hanya menyediapkan empat suarat suara, tetapi lima suara.

Makanya biar tidak kecewa, sebaiknya jangan bermimpi, pemilih akan bersikap rasional dalam memberikan suara. Juga jangan berharap, KPU mulus dalam menyediakan surat suara.

Pemilu nanti akan tambah rumit, tambah bising, tambah kehilangan fungsinya untuk mendapatkan orang-orang yang amanah dalam menjalankan pemerintahan.

Simak dan nantikan selalu Kolom Pemilu oleh Didik Supriyanto di Kompas.com. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com