Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pengiriman Foto Pertama Melalui Internet di Redaksi Harian Kompas

Kompas.com - 13/09/2017, 10:48 WIB
Heru Margianto

Penulis


KALAU wartawan tulis sudah menikmati kecanggihan komputer sejak Olimpiade Seoul 1988, Wartawan foto Kartono Riyadi (alm) dan rekan-rekannya masih tetap berjuang ke bandara setiap ada liputan.

Mereka baru menikmati kecanggihan teknologi lima tahun kemudian yaitu saat liputan SEA Games Singapura tahun 1993.

Baca: Kisah Pengiriman Berita Pertama Melalui Internet di Redaksi Kompas

Mantan wartawan Kompas Mamak Sutamat menuturkan kisah ini dalam bukunya "Kompas, Menjadi Perkasa Karena Kata".

Ceritanya, pada 1993 sejumlah wartawan ditugaskan berangkat ke Singapura untuk meliput SEA Games. Totok Purwanto, wartawan olahraga, berangkat belakangan karena harus menunggu sebuah alat untuk mengirim foto melalui sambungan Internet yang dijanjikan Kantor Berita Antara.

Alat yang ditunggu ini adalah alat canggih saat itu, sekelas kantor berita UPI (United Press Internasional). Lisensi penjualannya ada pada Kantor Berita Antara dan tidak mudah mendapatkannya.

Kompas mendapatkan alat ini mepet dengan waktu keberangkatan Totok. Alhasil, Totok harus belajar kilat menggunakan alat yang beratnya mencapai 30 kg tersebut.

Itu hanya alat untuk mengirim foto. Di kantor, JB Suratno, wartawan foto, juga belajar kilat dengan alat penerimanya.

Sudah alatnya berat, kantor Bea Cukai di Bandara Soekarno-Hatta tidak meloloskan peralatan ini karena harus didaftarkan dulu. Prosesnya berbelit-belit. Totok nyaris ketinggalan pesawat.

Beruntung, pesawat Garuda mengalami gangguan teknis sehingga keberangkatan diundur dua jam. Dengan napas tersengal, Totok masuk pesawat sambil menenteng beban 30 kg peralatan foto.

Malam harinya di Singapura, peralatan foto dioperasikan. Semua prosedur dilakukan dan Jakarta siap menerima. Tapi, tidak satu pun foto bisa terkirim.

Baru berjalan 30 persen, saluran terputus. Baru jalan 20 persen, putus lagi. Sudah jalan 80 persen, putus lagi.

Laporan wartawan Kompas dari arena SEA GAMES Singapura 1993.DOK. KOMPAS Laporan wartawan Kompas dari arena SEA GAMES Singapura 1993.

Arloji menunjukkan pukul 23.00. Deadline.

“Saya grogi dan merasa bersalah. Jangan-jangan dalam pelatihan kemarin ada yang lupa diajarkan, sehingga pengoperasian tombol-tombolnya tidak pas,” kisah Totok.

Lelah dan putus asa karena terus gagal hingga empat jam, Totok pun mengajak Kartono Riyadi makan.

“Kamu saja yang turun, saya titip bawakan nasi,” jawab Kartono.

Dengan langkah lunglai Totok turun dari hotel. Saat berjalan melintasi lobi telinganya mendengar suara sirene kecil, ngik…ngik…ngik…Suara itu persis suara mesin pengirim di kamar. Suara-suara yang membuatnya stres karena pengiriman foto berulangkali gagal.

Ia mencari sumber suara tersebut. Datangnya dari ruang operator hotel. Kebetulan pintu ruangan itu terbuka. Totok berdiri sejenak di depan pintu. Suara sirene kecil itu putus lalu berganti suara operator, “Halooo….halooo…klik.”

Muncul lagi suara sirene itu, ngik…ngik…ngik…kemudian hilang ditelan suara “halooo…halooo…klik” dari operator.

Totok masuk ke ruang operator dan bertanya suara apa itu. Operator di ruangan itu mengatakan bahwa suara tersebut adalah suara telepon dari salah satu kamar tamu.

Totok minta pada operator agar sambungan telepon ke kamar itu jangan diganggu atau dipotong. Namun, petugas hotel mengatakan bahwa ia harus tahu kode-kode apa yang dikirim karena menurutnya ini tidak biasa.

Totok meyakinkan petugas hotel bahwa itu adalah alat pengiriman foto, sama dengan peralatan komputer atau faksimili, bukan kode atau sandi-sandi.

“Coba tanyakan pada Telkom Singapura, apakah peralatan ini boleh beroperasi di sini,” pinta Totok pada petugas hotel.

Petugas itu pun menghubungi kantor Telkom Singapura dan mendapat jawaban bahwa peralatan itu bisa digunakan selayaknya komputer atau perangkat faksimili melalui jaringan telkom.

“Silakan pakai dan saya tidak potong lagi,” jawab operator.

Wartawan foto Kompas Kartono Riyadi di meja kerjanya 1987.KOMPAS/TONNY D WIDIASTONO Wartawan foto Kompas Kartono Riyadi di meja kerjanya 1987.

Totok segera mengontak Kartono agar kembali mengirim foto. Sementara Totok menunggu di ruang operator untuk memastikan aman.

Ternyata, setelah tidak diutak-atik operator, pengiriman berlangsung mulus. Pelajaran berharga menggunakan alat baru dan teknologi baru bernama Internet.

Sejak itu, pengiriman foto berjalan mulus. Foto-foto kejadian tengah malam bisa cepat sampai Jakarta.

Wartawan media lain dari Jakarta terheran-heran dan bertanya: pakai kargo udara apa, kok info kejadian pukul 23.00 bisa dimuat Kompas?

Kartono hanya tersenyum-senyum. Sejak SEA Games Singapura 1993, wartawan foto tidak lagi ngos-ngosan berlari ke bandara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com