JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap mendapatkan kepercayaan publik yang tinggi terkait pembenahan pada bidang hukum. Bahkan, publik optimistis bahwa Jokowi tidak setuju jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilemahkan, meskipun saat ini lembaga anti-rasuah tersebut tengah mendapat "serangan" dari berbagai pihak yang merupakan bagian dari diri Jokowi sebagai Presiden.
Peneliti Politik dan Hubungan Internasional CSIS, Arya Fernandes mengatakan, kepercayaan publik dari tahun ke tahun meningkat kepada Jokowi karena komitmennya setelah terpilih menjadi Presiden.
"Jokowi pada 2014 kemarin, salah satunya juga menunjukkan komitmen dia kepada agenda pemberantasan korupsi," kata Arya di kantor CSIS, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (12/9/2017).
(Baca: Presiden, Jaksa Agung, dan Usulan Amputasi Kewenangan KPK...)
Adapun angka persentasenya tahun ini sebanyak 76,9 persen publik meyakini pemerintah berkomitmen memperkuat KPK. Tahun 2016, yakni sebanyak 74,6 persen.
Sementara pada 2015, angka optimisme publik tercatat sebanyak 62,6 persen.
Survei dilakukan terhadap 1.000 responden yang tersebar secara proporsional di 34 provinsi di Indonesia dengan penarikan sampel responden secara acak dan metode multi-stage random sampling.
Margin of error sebesar +/- 3,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
"Publik melihat pemerintah punya komitmen atas masalah ini. Karena melihat pemerintah punya komitmen, maka (pemerintah) harus bisa menjelaskan posisinya, bagaimana posisi pemerintah terhadap persoalan ini. Kalau tak dijelaskan, publik yang sudah optimis ini akan turun juga kepercayaan ini," kata Arya.
(Baca: Bantah Jaksa Agung, Istana Pastikan Jokowi Tak Ingin Kurangi Wewenang KPK)
Oleh karena itu, Arya mengingatkan agar Jokowi lebih tegas bersikap terhadap upaya pelemahan terhadap KPK. Sikap Jokowi itu ditunggu oleh masyarakat.
"Kesmimpulannya gini, masyarakat sebenarnya menunggu reaksi pemerintah terkait hak angket, kan pemerintah belum bersuara (tegas). Jadi, publik menunggu. Lagi pula, pemberantasan korupsi masih jadi isu penting," tambah dia.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu politisi PDI-P yang menjadi anggota Pansus Hak Angket DPR terhadap KPK, Henry Yosodiningrat menyarankan agar KPK dibekukan sementara. PDI-P merupakan partai pendukung Jokowi pada 2014 lalu.
(Baca: Kejagung Tak Pedulikan Kritik terhadap Jaksa Agung soal Evaluasi KPK)
Menanggapi itu, Jokowi pun menegaskan bahwa dirinya tidak akan membiarkan KPK diperlemah. Bahkan, ia mengajak semua pihak, bersama-sama, menjaga KPK.
Namun setelah pernyataan Jokowi tersebut, Jaksa Agung HM Prasetyo justru menyarankan agar fungsi penuntutan tindak pidana korupsi (tipikor) dikembalikan kepada korps Adhyaksa.
Dengan kata lain, ia ingin tak ada kewenangan penuntutan dilakukan oleh KPK. Upaya "mengamputasi" KPK terang-terangan ditunjukkan oleh orang-orang di sekitar Jokowi.
Arya menilai, jika terus berlarut, maka kepercayaan publik terhadap Jokowi sangat mungkin malah akan surut.