PERSINGGUNGAN redaksi harian Kompas dengan Internet terjadi jauh sebelum Internet populer di Indonesia. Di awal hadirnya komputer di ruang redaksi, mulai terpikir untuk mencari cara pengiriman berita yang lebih efektif dan efisien.
Baca: Kisah Komputer Pertama di Redaksi Harian Kompas
Tahun 1988 redaksi Kompas telah melakukan ujicoba pengiriman berita melalui jaringan komputer.
Pada tahun itu internet sebenarnya belum populer di Indonesia. Internet Service Provider (ISP) pertama saja, yaitu PT Indo Internet (Indonet), baru berdiri pada September 1994.
Selama ini, wartawan Kompas di luar kota, apakah ia koresponden atau sedang bertugas di luar kota, mengirimkan berita, tulisan, atau fotonya melalui kantor pos dengan pos kilat. Selanjutnya beralih ke kilat khusus, menggunakan jasa angkutan udara, teleks, dan faksimili.
Itu artinya, berita harus diketik ulang setibanya di redaksi sebelum diserahkan ke percetakan.
Ketika penggunaan komputer semakin berkembang, muncul wacana mencari cara baru dengan menggunakan teknologi. Divisi IT (Information Technology) belum dikenal.
Ujicoba pengiriman berita melalui dua komputer yang terhubungkan dengan jaringan telepon melalui sebuah modem dilakukan oleh wartawan harian Kompas saat itu Mamak Sutamat dan Totok Purwanto. Mamak menceritakan kisah ini dalam bukunya “Kompas, Menjadi Perkasa Karena Kata”.
Ujicoba dilakukan dari rumah Mamak di Kebon Jeruk dan rumah Totok di Tangerang.
Mulanya, Mamak dan Totok menghadap Manajer Redaksi Raymond Toruan untuk menyampaikan ide tentang kemungkinan pengiriman berita melalui komputer. Raymond kemudian meminjamkan laptopnya kepada keduanya.
“Ini saya pinjamkan laptop yang memang sudah ada modemnya,” kata Raymond Toruan.
“Nyambungnya ke mana?” tanya Mamak.
“Beli saja modem lagi dan pasang di dekstop,” jawab Raymond.
Modem pun dibeli. Harganya Rp 300.000. Percobaan pengiriman berita dilakukan dengan pesawat telepon yang ada di meja kerja.
Sambungan internet diawali dengan bicara per telepon. Mamak dalam posisi mengirim, Totok menerima.
“Setelah kontak telepon biasa, saya menghitung 1, 2, 3 dan kami sama-sama menekan tombol enter. Pembicaraan sudah tidak bisa dilakukan dan terdengar suara macam sirene. Gagang telepon diletakkan di tempatnya dan mata kami terus melotot ke monitor. Wah, gagal, karena tulisan connect-nya tidak segera muncul,” cerita Mamak.
Baca juga: Sejarah Internet di Indonesia dan Perannya Melengserkan Soeharto
Percobaan terus diulang berkali-kali hingga dinihari, kadang-kadang nyambung tapi terus putus lagi. Akhirnya, keduanya sadar, sambungan antarkomputer memerlukan kejernihan dan agak sulit apabila jaringan telepon sudah melewati PABX.
Keduanya lalu sepakat untuk mencoba dari rumah ke rumah.
Namun, laptop hanya ada satu. Raymond tidak menyetujui pembelian laptop lagi. Tidak putus asa, Mamak dan Totok mencari cara untuk bisa mendapatkan laptop.
“Kami mencari komputer pinjaman dengan ‘mengakali’ penjual komputer. Kami katakan kepada penjual komputer, Kompas ingin membeli laptop. Masuklah dua penawaran yang setuju barangnya diuji selama satu pekan,” kata Mamak.
Bermodalkan laptop “pinjaman”, percobaan diadakan dari rumah Mamak di Kebon Jeruk, Jakarta, dan rumah Totok di Tangerang. Sekali-kali percobaan sambungan juga didakan di luar kota. Hasilnya, sukses!
Akhirnya, dengan berbagai alasan, laptop dikembalikan kepada penjualnya. Laptop tak jadi dibeli. Yang penting, percobaan sudah berhasil.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.