JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo meminta maaf terkait pernyataannya yang mempertimbangkan menggunakan pasal menghalangi proses penyidikan dan persidangan terhadap Pansus Hak Angket DPR.
Ia mengaku tak bermaksud menjerat Pansus Angket KPK dengan pasal tersebut.
"Saya mohon maaf perkataan itu menyinggung, mengancam baik di Komisi III dan Pansus. Tapi kalau di perhatikan pertama saya tidak mengancam, karena kami mempertimbangkan dan mempelajari," ujar Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9/2017).
(baca: Pendidikan Penyidik KPK Dipertanyakan, Agus Rahardjo Sindir Komisi III)
Ia memahami pasal tersebut tak bisa menjerat lembaga, melainkan perorangan. Ia mengatakan KPK pernah menggunakan pasal tersebut kepada dua orang.
Agus menambahkan, penggunaan pasal tersebut dianggap sah karena banyak ahli hukum yang menyarankan hal itu melalui media massa.
Terlebih, lanjut Agus, pasal obstruction of justice juga termaktub dalam aturan di United Nations Against Corruption (UNCAC).
"Kami sudah dua orang (menggunakan pasal obstruction of justice). Kasus Muchtar Effendi dan kedua kasus Markus Nari. Kami tujuannya bukan untuk lembaga apalagi kepada Pansus karena Pansus kewenangan kepada negara," lanjut Agus.
(baca: Datangi KPK, Politisi PDI-P Masinton Pasaribu Minta Ditahan
Dikutip dari Tribunnews.com, Ketua KPK sebelumnya mengatakan bahwa KPK tengah mempertimbangkan penjeratan pasal 'obstruction of justice' atau perbuatan yang menghalang-halangi proses penegakan hukum terhadap anggota Panitia Khusus Hak Angket KPK.
"Kami sedang mempertimbangkan, misalnya kalau begini terus (pasal) obstruction of justice bisa saja kami terapkan karena kami sedang menangani kasus besar yang terus dihambat," tegas Agus, Kamis (31/8/2017) di KPK.
Ia juga berharap masyarakat terus mendukung dan mengawal KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Mudah-mudahan, kalau rakyat mendukung juga kami bisa optimal melakukan kerja pemberantasan korupsi," tambah Agus.
Pasal yang mengatur obstruction of justice tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun bunyi Pasal 21 itu yakni, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.