Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Pembekuan KPK Untungkan Mereka yang Terlibat Kasus Korupsi

Kompas.com - 11/09/2017, 09:11 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai anggota Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi dari Fraksi PDI Perjuangan yang menyerukan pembekuan KPK, Henry Yosodiningrat, mencerminkan yang bersangkutan tidak memiliki kapasitas yang memadai sebagai anggota DPR.

"Karena mestinya dia paham apa kewenangan yang dimiliki DPR dan apa yang tidak. Kewenangan membekukan itu tidak ada sama sekali dalam bagian dari kewenangan DPR," kata Adnan, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (10/9/2017).

Adnan mempertanyakan apa niat dari seruan Henry yang meminta KPK dibekukan. Bahkan, pernyataan Henry sendiri dinilai sudah tidak sejalan dengan klaim Pansus Angket KPK yang ingin memperkuat lembaga antirasuah tersebut.

"Selama ini diklaim oleh pansus bahwa mereka bekerja untuk memperbaiki dan memperkuat KPK. Nah pertanyaan itulah yang kalau kita benturkan dari statement yang bersangkutan (Henry), terasa tidak ada semangat itu (memperkuat KPK)," ujar Adnan.

(Baca juga: Isu Pembekuan KPK Dinilai Pernyataan Terjujur dari Pansus Hak Angket)

Justru kalau mau membekukan KPK, lanjut Adnan, berarti menghentikan semua langkah pemberantasan korupsi yang sekarang ini sedang berjalan.

Lalu siapa yang diuntungkan jika terjadi hal itu, kata Adnan, tentu mereka-mereka terlibat kasus di KPK, termasuk kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.

"Nah, apakah berarti ini sebenarnya pernyataan yang ditunggangi oleh kepentingan supaya proses hukum di KPK berhenti total? Siapa yang punya kepentingan itu tentu mereka-mereka yang sekarang menjadi tersangka," ujar Adnan.

Sebelumnya, Henry beralasan bahwa pembekuan sementara KPK karena hasil penyelidikan panitia angket memperlihatkan banyak harus dibenahi di KPK dan pembenahan ini butuh waktu lama.

Namun, Adnan merasa heran dengan alasan itu. Sebab, temuan pansus dipertanyakan dari sisi obyektivitasnya.

"Kan temuan-temuan pansus itu kalau kita mau tarung dari sisi bukti dan data, itu sesuatu yang kalau saya sih istilahnya, (temuan yang) meminjam mulut orang," ucap Adnan.

"Jadi kalau ada orang yang punya pikiran dan pandangan negatif, dipakai sebagai temuan. Begitu juga nanti ada yang baru ditengah jalan dipakai sebagai temuan," kata dia.

(Baca juga: Wacana Pembekuan Dinilai Memperlihatkan Upaya Mengenyahkan KPK)

 

Pernyataan Henry yang menyerukan pemberantasan korupsi dikembalikan kepada kepolisian dan kejaksaan, dinilai Adnan hendak membenturkan KPK dengan institusi penegak hukum lainnya.

"Kenapa, karena kalau kita lihat dari awal, kan ada yang mencoba melakukan itu, termasuk pemanggilan Aris (Direktur Penyidikan KPK Brigjen Polisi Aris Budiman). Itu kita lihat ada kesan membentur-benturkan juga antara polisi dengan KPK kan," ujar Adnan.

Apalagi, lanjut dia, dari undang-undang yang mengatur tiap institusi tadi saja sudah ada batasan. Bahkan, undang-undang mendorong tiga institusi tersebut, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, dan KPK untuk bekerja sama dalam memberantas korupsi.

"Sekarang ini kan yang harus dilihat kerja sama ini sudah mulai tampak dari berbagai penangan perkara. Nah kenapa kemudian justru ingin direnggangkan hubungannya dengan mendorong pembekuan," ujar dia.

Kompas TV Namun, pihak istana menegaskan, presiden tak bisa mengintervensi, karena hak angket adalah kewenangan penuh DPR sebagai lembaga legislatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasdem Akui Koalisi Perubahan Kini Terkesan Tidak Solid, Mengapa?

Nasional
Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasdem: MK Muara Terakhir Sengketa Pilpres, Semua Pihak Harus Ikhlas

Nasional
Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Anies dan Muhaimin Berencana Hadiri Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Anies Minta Massa yang Unjuk Rasa di MK Tertib dan Damai

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Dampak Erupsi Gunung Ruang Meluas, Kini 10 Desa Terdampak

Nasional
Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Siap Terima Putusan MK, Anies: Seperti Sepak Bola, Kemungkinan Menang atau Tidak

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

GASPOL! Hari Ini: Bela Gibran, Yusril Incar Jabatan?

Nasional
Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Jokowi dan Ma'ruf Amin jadi Saksi Nikah Putri Bamsoet

Nasional
Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Muhaimin Sebut Kader PKB Mulai Pendekatan ke Sejumlah Tokoh untuk Pilkada 2024

Nasional
Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Soal Pilkada Sumut, Muhaimin Bilang Belum Ada yang Mendaftar ke PKB

Nasional
PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com