JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo kembali menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh dilemahkan. Sebagai lembaga yang diberi amanat undang-undang untuk memberantas korupsi, peran KPK harus terus diperkuat.
Sikap tersebut menyikapi pernyataan politisi PDI-P Henry Yosodiningrat yang menyatakan bahwa sebaiknya KPK dibekukan.
Namun, ketegasan untuk memperkuat KPK saja dirasa tak cukup. Jokowi diminta mengeluarkan sikap tegas terkait posisinya dalam menyikapi hak angket terhadap KPK yang kini tengah digalang Panitia Khusus Angket KPK di DPR RI.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menganggap posisi Jokowi saat ini setengah-setengah, antara pansus dengan KPK. Padahal, jika memang tak ingin KPK dilemahkan, semestinya sejak dulu Jokowi menentang pembentukan Pansus Angket KPK.
"Perlihatkan sikap dulu saja, posisinya saja dulu. 'Saya tidak setuju kewenangan penuntutan KPK dicabut', misalnya. 'Saya tidak setuju, apalagi kalau dibekukan'. Ngomong itu dong. Seenggaknya ngomong itu," kata Ray, Minggu (10/9/2017).
(Baca juga: Wacana Pembekuan Dinilai Memperlihatkan Upaya Mengenyahkan KPK)
Masa kerja Pansus Angket KPK berakhir pada 29 September 2017. Saat itu, pansus akan mengeluarkan sejumlah rekomendasi yang diprediksi akan menggembosi kewenangan KPK untuk memberantas korupsi.
Ray khawatir, jika Jokowi tak bersikap sekarang, maka pertolongan terhadap KPK akan terlambat.
"Sampaikan secara lisan bahwa tidak setuju. Jangankan dibekukan, kewenangan KPK dipangkas saja sudah tidak setuju. Karena (rekomendasi) pasti akan berhubungan dengan Presiden. Kalo direvisi kewenangan dicabut, harus persetujuan presiden," ucap Ray.
Apalagi, fraksi yang tergabung dalam pansus seluruhnya merupakan parpol koalisi pemerintah. Hal tersebut ironis dengan arahan Jokowi yang ingin KPK diperkuat.
Sebelum Jokowi mengeluarkan pernyataan tegas, maka masyarakat masih akan bertanya-tanya nasib KPK ke depan begitu rekomendasi dikeluarkan.
Sikap Jokowi tersebut, kata Ray, akan menjadi catatan pegiat antikorupsi bahwa Jokowi tidak serius dengan komitmen pemberantasan korupsi yang dimuat dalam Nawacita.
"Niat terdalamnya sudah terbaca sekarang. Masihkah Presiden menganggap dia berdiri secara netral atau tidak? Publik merasa bahwa Anda harus bersikap. Tidak boleh menyatakan itu kewenangan DPR lagi," kata Ray.
"Jokowi adalah figur antikorupsi. Kalau ikon ini tidak muncul 2019, maka nasibnya bisa dipertanyakan. Melah beri peluru pada lawannya," ujar dia.
(Baca juga: Jokowi Diminta Tegas Tolak Hak Angket jika Masih Setia pada Nawacita)