Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi PDI-P Usul Pembekuan KPK, Ini Respons Presiden Jokowi

Kompas.com - 11/09/2017, 07:12 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo angkat bicara soal usul pembekuan Komisi Pemberantasan Korupsi yang disuarakan politisi PDI-P Henry Yosodiningrat.

Jokowi menegaskan, sebagai lembaga yang diberi amanat undang-undang untuk memberantas korupsi, peran KPK harus terus diperkuat.

"Perlu saya tegaskan bahwa saya tidak akan membiarkan KPK diperlemah. Oleh sebab itu kita harus sama-sama menjaga KPK," ujar Jokowi seperti dikutip dari siaran pers resmi Istana, Senin (11/9/2017).

Apalagi, lanjut Jokowi, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK bersifat independen dan bebas dari kekuasaan mana pun. Sehingga ,tidak heran jika lembaga antirasuah tersebut mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat.

"KPK sebagai sebuah institusi, yang dipercaya oleh masyarakat, sangat dipercaya masyarakat, ya harus kita perkuat. Harus itu, harus kita perkuat untuk mempercepat pemberantasan korupsi," tuturnya.

(Baca juga: Isu Pembekuan KPK Dinilai Pernyataan Terjujur dari Pansus Hak Angket)

Namun, Jokowi tidak menjelaskan upaya penguatan apa yang dilakukan, di tengah adanya dugaan upaya memperlemah KPK melalui Pansus Angket KPK di DPR.

Jokowi hanya mengingatkan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa sehingga harus diberantas.

"Perlu saya ingatkan kepada semuanya ya bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa. Oleh sebab itu harus kita berantas. Harus kita lawan yang namanya korupsi," ucap Jokowi.

Anggota Pansus Angket KPK dari fraksi PDI-P Henry Yosodiningrat sebelumnya mengatakan, dari hasil penyelidikan panitia angket, ada banyak hal di KPK yang harus dibenahi dan pembenahan ini butuh waktu lama.

"Maka, jika perlu, untuk sementara KPK distop dulu. Kembalikan (wewenang memberantas korupsi) kepada kepolisian dan Kejaksaan Agung dulu," kata Henry seperti dikutip Harian Kompas.

Belakangan, setelah protes muncul, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto meralat pernyataan anggotanya itu.

"Partai tidak berada pada posisi meminta pembubaran atau pembekuan.  Rekomendasi yang dipersiapkan Partai tetap bertitik tolak pada tugas KPK di dalam mencegah dan memberantas korupsi," kata Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/9/2017).

(Baca juga: Projo: Jangan Sampai di Era Jokowi Terjadi Pembekuan KPK, Memalukan...)

Selain PDI-P, saat ini pansus hanya diisi oleh fraksi parpol pendukung pemerintah, yakni Partai Golkar, Partai Nasdem, PAN, Partai Hanura dan PPP.

Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan, masyarakat menagih komitmen Presiden Joko Widodo dalam pemberantasan korupsi terkait Pansus Hak Angket KPK.

Jika Jokowi tak juga mengeluarkan sikap tegas untuk menentang hak angket itu, maka janji kampanyenya dalam Nawacita dipertanyakan.

"Dia bisa minta hentikan upaya yang dukung hak angket, itu bisa dilakukan kalau Jokowi masih setia pada janjinya di Nawacita," ujar Isnur dalam diskusi di Jakarta, Minggu (10/9/2017).

Kompas TV Namun, pihak istana menegaskan, presiden tak bisa mengintervensi, karena hak angket adalah kewenangan penuh DPR sebagai lembaga legislatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com