JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung memberhentikan sementara Ketua Pengadilan Negeri Bengkulu, Kaswanto selaku atasan langsung dari hakim anggota Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu Dewi Suryana dan panitera pengganti di PN Tipikor Bengkulu Hendra Kurniawan yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Keduanya ditangkap dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terkait dugaan suap penanganan perkara Nomor 16/Pid.Sus-TPK/2017 PN Bgl, dengan terdakwa Wilson.
Suap itu diduga diberikan Syuhadatul Islamy, keluarga terdakwa, untuk memengaruhi putusan hakim.
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Mahkamah Agung, Abdullah, mengatakan bahwa Kaswanto saat ini tengah diperiksa Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung.
Baca: Anak Buah Kena OTT KPK, Ketua PN Bengkulu Dinonaktifkan
Pemeriksaan tersebut untuk melihat indikasi kelalaian dalam pembinaan dan pengawasan di internal pengadilan yang dilakukannya.
"Si Pak Kaswanto ini baru masuk sudah kena masalah. Tapi enggak ada alasan. Pas masuk ketua pengadilan kan sudah tahu risikonya. Sekarang lagi diperiksa Bawas apakah ada indikasi itu," kata Abdullah, di Gedung MA, Jakarta, Jumat (8/9/2017).
Menurut Abdullah, jika dalam pemeriksaan Bawas tidak ditemukan kelalaian yang dilakukan oleh Kaswanto, maka ia akan diaktifkan kembali sebagai Ketua PN Bengkulu.
"Kalau nanti indikasinya enggak ada, dia (Kaswanto) akan diaktifkan kembali," kata Abdullah.
Sebelumnya, Ketua Muda Bidang Pengawasan Mahkamah Agung, Sunarto, dalam jumpa pers bersama KPK, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (7/9/2017), mengatakan bahwa Ketua Pengadilan Negeri Bengkulu dianggap harus ikut bertanggung jawab atas kejadian yang melibatkan anak buahnya.
Baca: KPK Tetapkan Hakim dan Panitera PN Tipikor Bengkulu sebagai Tersangka
Badan Pengawasan Mahkamah Agung sudah mengirimkan tim ke Bengkulu, untuk melakukan pemeriksaan terhadap Ketua PN Bengkulu.
Jika sudah melakukan tugas pembinaan dan pengawasan dengan benar, MA akan merehabilitasi Ketua PN Bengkulu ke posisi semula.
"Tapi bilamana pimpinan pengadilan (ketua pengadilan) dan panitera yang dinonaktifkan tersebut tidak memberikan pembinaan yang layak dan tidak melakukan pengawasan terhadap anak buahnya, maka penonaktifan dari jabatan pejabat struktural itu akan diteruskan secara permanen atau tetap," ujar Sunarto.
Langkah ini, menurut dia, sesuai dengan Peraturan MA Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan. Karena itu, pimpinan pengadilan sekarang beban tanggung jawabnya lebih berat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.