Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly Ingatkan KPK untuk Tak Berpolitik Tanggapi Wacana Revisi UU KPK

Kompas.com - 07/09/2017, 16:09 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa mempermasalahkan secara politik terkait upaya perubahan terhadap undang-undang yang mengatur lembaga antirasuah tersebut.

Ia menambahkan, KPK termasuk ke dalam pelaksana undang-undang. Sehingga, menurut Jimly, KPK diharapkan tidak terlibat terlalu jauh dalam hal wewenang legislasi yang dimiliki DPR.

"KPK sebagai pelaksana undang-undang tidak boleh terlibat kegiatan politik mempersoalkan undang-undang," ujar Jimly di Kantor ICMI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Kamis (7/9/2017) saat menerima Pansus Angket KPK.

Jika KPK ingin menyampaikan pendapat mengenai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, Jimly berharap KPK menyampaikan pendapatnya dengan menghindari kesan politis.

"Main politik means main policy making. Itu keputusan eksekutif sebagai pelaksana undang-undang," ucap pakar hukum tata negara itu.

(Baca juga: Pimpinan KPK Nilai Revisi UU Tipikor Lebih Tepat Dibanding UU KPK, Apa Alasannya?)

Meski begitu, dalam merevisi undang-undang, misalnya UU KPK, maka lembaga yang bersangkutan harus diundang untuk didengar aspirasinya. Itu berlaku untuk semua lembaga yang diatur UU.

"Kelewatan DPR kalau enggak ngundang," tutur Jimly.

Lebih lanjut, Jimly menyampaikan kepada pansus agar baik DPR maupun KPK sama-sama menjaga hubungan dan meredakan tensi yang saat ini sedang tinggi. Sebab, jika ada saling adu antarlembaga, maka akan membuat kedua lembaga tersebut rusak.

"Redakan ini karena tidak sehat," ucap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Adapun, Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa menjelaskan bahwa dari pihak pansus tak ada niat untuk mempertentangkan dengan KPK.

Pansus Angket justru mengajak KPK untuk duduk bersama dan membicarakan permasalahan yang ada, namun selalu mendapatkan respons yang terkesan menolak.

Menurut Agun, pansus mengklaim bahwa telah menemukan sejumlah hal yang dinilai bisa menjadi perbaikan bagi lembaga KPK. Agun berharap KPK bisa merespons secara komunikatif dan responsif.

Ia menanbahkan, pansus pun berniat untuk mengundang KPK dalam waktu dekat. Mengingat masa kerja pansus juga terbatas hingga 28 September.

"Kami memang merencanakan tanggal 11 sampai 15 kami akan mengundang KPK. Karena memang kami juga terbentur oleh waktu," kata politisi Partai Golkar itu.

Adapun dalam proses kerja pansus, berkembang wacana adanya revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

Revisi UU KPK kemungkinan akan dilakukan bersamaan dengan rencana penataaan sistem peradilan pidana terintegrasi (integrated criminal justice system). Tak hanya UU KPK, UU Kejaksaan dan UU Kepolisian rencananya juga akan direvisi.

(Baca: Revisi UU KPK-Kejaksaan-Kepolisian, Komisi III Akan Lakukan FGD)

Pengkerdilan KPK

Adapun salah satu kekhawatiran terhadap revisi UU KPK adalah upaya pengkerdilan terhadap kewenangan KPK. Salah satu bentuk pengkerdilan itu adalah menghilangkan kewenangan penuntutan.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz mengatakan, pansus hanya menjadi jembatan untuk merealisasikan revisi UU KPK yang sudah direncanakan sejak lama.

Apalagi, pengembalian kewenangan penuntutan ke Kejaksaan juga tercantum dalam draf revisi UU KPK beberapa waktu lalu.

"Pansus itu hanya sebagai anak tangga saja untuk masuk pada tujuan yang sesungguhnya, menggerogoti KPK. Tujuan ini sudah diskenariokan sejak lama," kata Donal saat dihubungi, Selasa.

Menurut dia, pencabutan kewenangan KPK mau diambil tanpa dasar yang jelas.  Pansus dinilai tak mampu menunjukan bahwa ada masalah pada tingkat penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan di KPK sehingga harus dihilangkan.

(Baca: Manuver Pansus Angket dan Ancaman KPK Dilemahkan)

Kompas TV Pansus Angket KPK Undang Mahfud MD
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com