Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diminta Disiplinkan Partai Koalisi yang Dukung Pansus KPK

Kompas.com - 06/09/2017, 17:02 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden RI Joko Widodo diminta untuk menunjukkan sikap tegas terhadap upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Ketua Setara Institute Hendardi, upaya tersebut saat ini sangat kentara dilakukan oleh Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK.

Hendardi mengatakan, Presiden Jokowi tidak bisa terus berdiam dengan alasan Pansus Hak Angket KPK adalah domain Dewan Perwakilan Rakyat.

(baca: Kata Seskab, Presiden Tak Akan Ikut Campur soal Pansus Angket KPK)

Dia menegaskan, Jokowi memiliki sumber daya politik untuk menyelamatkan upaya-upaya pelemahan KPK.

"Sebaiknya Presiden Jokowi segera mendisiplinkan anggota partai koalisinya, untuk menghentikan proses lanjutan yang akan dilakukan Pansus Hak Angket KPK," kata Hendardi dalam keterangan pers, Rabu (6/9/2017).

Hendardi melihat, niat baik yang digembar-gemborkan DPR bahwa Pansus untuk menata dan memperkuat KPK, sulit mendapat dukungan publik, selama DPR tidak menunjukkan dukungan yang sesungguhnya terhadap KPK.

(baca: Gerindra: Pansus Angket Jangan Lakukan Pembusukan terhadap KPK)

Asumsi publik bahwa Pansus bertujuan melemahkan KPK, menurut Hendardi, semakin terlihat dengan metodologi yang digunakan oleh Pansus.

Pemanggilan jaksa, hakim dalam proses pengumpulan informasi secara eksplisit telah membenturkan organ-organ penegak hukum dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) beberapa waktu lalu, Pansus mengumpulkan organisasi profesi hakim, jaksa, dan sarjana perpolisian.

Selain itu, langkah Pansus yang mengunjungi safe house KPK dan memanggil pelapor Novel Baswedan dalam pencurian sarang burung walet, juga dipertanyakan relevansinya dengan upaya memperkuat KPK.

(baca: Tanpa Klarifikasi KPK, Pansus Angket Umumkan 11 Temuan Sementara)

"Dengan metodologi kerja demikian, maka wajar publikasi hasil temuan sementara Pansus tidak menunjukkan kualitas kerja institusi parlemen, karena disusun dengan tergesa-tergesa," kata Hendardi.

"Temuan Pansus lebih menyerupai 'daftar perasaan' anggota Pansus dibanding sebagai temuan kinerja investigasi lembaga negara," pungkasnya.

Kompas TV Siapa "Jenderal" Dibalik Kasus Novel baswedan?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com