Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manuver Pansus Angket dan Ancaman KPK Dilemahkan

Kompas.com - 06/09/2017, 09:05 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Masa kerja pansus akan berakhir pada akhir September. Pansus mengklaim kerja mereka sudah mencapai 80 persen. Poin-poin rekomendasi akhir pun sudah mulai terlihat.

Sejumlah anggota Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai perlu adanya pengurangan kewenangan KPK hingg merevisi UU KPK saat ini.

Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Taufiqulhadi, misalnya, menilai bahwa kewenangan penuntutan idealnya hanya berada di Kejaksaan. Dengan demikian, Kepolisian dan KPK akan fokus pada fungsi penyelidikan dan penyidikan.

"Penuntutan tetap satu pintu di Kejaksaan," kata Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/9/2017).

(Baca: Pimpinan Pansus Angket: Tak Diawasi, Terjadi Pembusukan di Internal KPK)

Menurutnya, dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) memang tak pernah disebutkan bahwa KPK berwenang untuk mengeksekusi perkara. Kerja KPK saat ini, kata dia, sudah menabrak UU.

"Dalam UU KPK adalah jaksa melakukan penuntutan secara administratif," tuturnya.

Anggota Pansus Hak Angket KPK daei Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani menyebutkan, salah satu rekomendasi yang perlu dihasilkan pansus adalah evisi UU KPK. Namun, substansi revisi masih menjadi perdebatan.

"Kami tidak peenah melihat UU KPK sebagai bible. Artinya bisa direvisi. Tinggal substansinya mau gimana," ujar dia.

Tak menutup kemungkinan ada penyesuaian fungsi dalam rangka menata sistem peradilan pidana terintegrasi (integrated criminal justice system). Ia menilai, Kejaksaan seharusnya fokus melakukan penuntutan. Sedangkan kewenangan penyelidikan dan penyidikan oleh Kejaksaan nantinya dihilangkan.

Nantinya KPK diharapkan fokus pada pencegahan, penyelidikan dan penyidikan. Tak melakukan penuntutan.

(Baca: Gerindra: Pansus Angket Jangan Lakukan Pembusukan terhadap KPK)

"PPP tidak setuju kalau kewenangan penuntutan KPK dicabut tapi enggak diikuti dengan perbaikan Kejaksaan. Kejaksaan konsekuensinya harus dicabut kewenangan penyelidikan dan penyidikan," tutur Arsul.

Hal serupa diungkapkan Anggota Pansus Hak Angket KPK dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo. Idealnya, kata dia, semua fungsi diberikan terpisah.

"Pure jaksa adalah penuntutan, polisi adalah lidik dan sidik, KPK lidik sidik," kata Ketua Komisi III DPR itu.

Namun, nantinya fungsi-fungsi tersebut harus terkontrol. Polisi dan KPK harus berbagi tugas untuk turun tangan menangani kasus, sedangkan Kejaksaan juga harus teekontrol agar tak ada kasus-kasus yang menggantung.

Dalam waktu dekat, Komisi III juga akan menggelar Forum Group Discussion (FGD) ke kampus-kampus di seluruh Indonesia untuk menjaring aspirasi dalam merevisi UU terkait penegakan hukum, yakni UU Kepolisian, UU KPK dwn UU Kejaksaan.

Selain itu, wacana Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) akan diberikan kewenangan penyadapan juga akan dibahas.

"Kami akan lakukan penataan ulang hukum," tutur Bambang.

Pemisahan fungsi tersebut akan menjadi salah satu rekomendasi pansus angket.

"Iya (akan jadi salah satu rekomendasi). Dan juga (rekomendasi) Komisi III," ucap Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Masinton Pasaribu.

"Selaras antara Komisi III dan KUHP, output-nya semua di garis yang sama," sambung dia.

KPK dikerdilkan

Penghilangan kewenangan KPK dinilai bukan sebagai hal baru, melainkan sudah diskenariokan sejak lama.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, pansus hanya menjadi jembatan untuk merealisasikan revisi UU KPK yang sudah direncanakan sejak lama. Apalagi, pengembalian kewenangan penuntutan ke Kejaksaan juga tercantum dalam draf revisi UU KPK beberapa waktu lalu.

"Pansus itu hanya sebagai anak tangga saja untuk masuk pada tujuan yang sesungguhnya, menggerogoti KPK. Tujuan ini sudah diskenariokan sejak lama," kata Donal saat dihubungi, Selasa.

Menurutnya, pencabutan kewenangan KPK mau diambil tanpa dasar yang jelas.  Pansus dinilai tak mampu menunjukan bahwa ada masalah pada tingkat penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan di KPK sehingga harus dihilangkan.

(Baca: Di Rapat Pansus, Ikatan Hakim Pertanyakan Kewenangan KPK sebagai Penyidik dan Penuntut Umum)

Ia menduga, upaya keras DPR melucuti kewenangan KPK salah satunya didasari fakta bahwa sejak KPK berdiri hingga Juni 2017, sudah 134 anggota DPR/DPRD dicokok karena kasus korupsi.

Hal itu tak dilakukan oleh penegak hukum lain. Kepolisian maupun Kejaksaan, kata Donal, kerap kali tak masuk wilayah korupsi politik. Padahal, wilayah tersebut dianggap sebagai jantung terjadinya korupsi di Indonesia.

Misalnya, kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menunjukan bahwa permainan dilakukan sejak pembahasan anggaran.

"Penegak hukum lain tidak pernah masuk ke situ. KPK selalu masuk ke wilayah itu. Dan ini yang membuat mereka terasa terganggu. Sehingga ada pikiran untuk menghilangkan kewenangan itu," tuturnya.

Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) dalam forum rapat bersama pansus Senin lalu mengeluhkan soal jaksa dari Kejaksaan yang merasa dianaktirikan dibandingkan dengan jaksa KPK.

Ketua PJI Noor Rachmad saat itu mengatakan, dengan segala keistimewaan yang dimiliki, KPK justru hadir sebagai kompetitor. 

(Baca: Pengurangan Kewenangan KPK Diwacanakan Jadi Salah Satu Rekomendasi Pansus)

Keluhan-keluhan tersebut, kata Donal, bukan dilahirkan oleh institusi KPK melainkan karena institusi yang bersangkutan belum bekerja efektif.

"Kalau kewenangannya belum efektif dan institusinya belum efektif, bukan justru menggerogoti kewenangan lembaga lain sehingga terlihat efektif," kata Donal.

Wacana pembentukan Densua Tipikor pun dinilai sebagai salah satu bagian dari upaya melucuti kewenangan KPK.

"Ini skenario yang sudah mereka siapkan. Kewenangan KPK digerogoti dan kemudian kewenangan lembaga lain diperkuat," tuturnya.

Tunduk pada Kejaksaan

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti menuturkan, struktur KPK nantinya menjadi seolah berada di bawah Kejaksaan jika kewenangan penuntutan hanya diberikan kepada Kejaksaan. Tak ada alat yang bisa memaksa Kejaksaan untuk wajib menindaklanjuti perkara di KPK.

Berkas penyidikan KPK bisa saja dikembalikan dengan alasan belum lengkap dan lainnya. Berbelitnya birokrasi dan banyaknya kasus yang masuk ke Kejaksaan pada akhirnya akan membuat proses kasus-kasus korupsi berjalan lambat.

"Seiring dengan itu orang akan makin tidak respek terhadap KPK karena dianggap tuntutannya terlalu lemah. Sehingga jangankan di pengadilan, di Kejaksaan saja ditolak," tutur Ray.

Revisi UU KPK sendiri jika dibiarkan akan berpotensi meluas ke pasal-pasal lainnya, tak terbatas pada kewenangan. Ray menyebutkan misalnya soal penyidik independen, penyadapan hingga kewenangan penyadapan. Hal itu, dinilai jelas melemahkan komisi antirasuah.

"UU itu kan satu bangunan. Jadi kalau satu bangunannya dikoreksi biasanya punya kaitan dengan bangunan bangunan atau pasal-pasal lain. Kadang itu sesuatu yang tak terelakan," tuturnya.

Presiden Joko Widodo pun diminta untuk tegas merespons hal ini. Sebab saat ini, ia melihat sikap presiden masih 50:50 alias tak ada kecenderungan pada sikap tertentu. Misalnya seperti pernyataan bahwa presiden tak mau melemahkan KPK. Kata "melemahkan" tersebut tak memiliki ukuran yang jelas.

"Kalau beliau termasuk setuju (revisi UU KPK), ya itu kemalangan demokrasi kita," kata Ray.

Kompas TV Yulianis menyatakan ada mantan komisioner KPK yang mendapat sejumlah uang dari mantan bosnya, Muhammad Nazaruddin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com