Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manuver Pansus Angket dan Ancaman KPK Dilemahkan

Kompas.com - 06/09/2017, 09:05 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

Kompas TV Yulianis menyatakan ada mantan komisioner KPK yang mendapat sejumlah uang dari mantan bosnya, Muhammad Nazaruddin.

KPK dikerdilkan

Penghilangan kewenangan KPK dinilai bukan sebagai hal baru, melainkan sudah diskenariokan sejak lama.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, pansus hanya menjadi jembatan untuk merealisasikan revisi UU KPK yang sudah direncanakan sejak lama. Apalagi, pengembalian kewenangan penuntutan ke Kejaksaan juga tercantum dalam draf revisi UU KPK beberapa waktu lalu.

"Pansus itu hanya sebagai anak tangga saja untuk masuk pada tujuan yang sesungguhnya, menggerogoti KPK. Tujuan ini sudah diskenariokan sejak lama," kata Donal saat dihubungi, Selasa.

Menurutnya, pencabutan kewenangan KPK mau diambil tanpa dasar yang jelas.  Pansus dinilai tak mampu menunjukan bahwa ada masalah pada tingkat penyelidikan, penyidikan maupun penuntutan di KPK sehingga harus dihilangkan.

(Baca: Di Rapat Pansus, Ikatan Hakim Pertanyakan Kewenangan KPK sebagai Penyidik dan Penuntut Umum)

Ia menduga, upaya keras DPR melucuti kewenangan KPK salah satunya didasari fakta bahwa sejak KPK berdiri hingga Juni 2017, sudah 134 anggota DPR/DPRD dicokok karena kasus korupsi.

Hal itu tak dilakukan oleh penegak hukum lain. Kepolisian maupun Kejaksaan, kata Donal, kerap kali tak masuk wilayah korupsi politik. Padahal, wilayah tersebut dianggap sebagai jantung terjadinya korupsi di Indonesia.

Misalnya, kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menunjukan bahwa permainan dilakukan sejak pembahasan anggaran.

"Penegak hukum lain tidak pernah masuk ke situ. KPK selalu masuk ke wilayah itu. Dan ini yang membuat mereka terasa terganggu. Sehingga ada pikiran untuk menghilangkan kewenangan itu," tuturnya.

Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) dalam forum rapat bersama pansus Senin lalu mengeluhkan soal jaksa dari Kejaksaan yang merasa dianaktirikan dibandingkan dengan jaksa KPK.

Ketua PJI Noor Rachmad saat itu mengatakan, dengan segala keistimewaan yang dimiliki, KPK justru hadir sebagai kompetitor. 

(Baca: Pengurangan Kewenangan KPK Diwacanakan Jadi Salah Satu Rekomendasi Pansus)

Keluhan-keluhan tersebut, kata Donal, bukan dilahirkan oleh institusi KPK melainkan karena institusi yang bersangkutan belum bekerja efektif.

"Kalau kewenangannya belum efektif dan institusinya belum efektif, bukan justru menggerogoti kewenangan lembaga lain sehingga terlihat efektif," kata Donal.

Wacana pembentukan Densua Tipikor pun dinilai sebagai salah satu bagian dari upaya melucuti kewenangan KPK.

"Ini skenario yang sudah mereka siapkan. Kewenangan KPK digerogoti dan kemudian kewenangan lembaga lain diperkuat," tuturnya.

Tunduk pada Kejaksaan

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti menuturkan, struktur KPK nantinya menjadi seolah berada di bawah Kejaksaan jika kewenangan penuntutan hanya diberikan kepada Kejaksaan. Tak ada alat yang bisa memaksa Kejaksaan untuk wajib menindaklanjuti perkara di KPK.

Berkas penyidikan KPK bisa saja dikembalikan dengan alasan belum lengkap dan lainnya. Berbelitnya birokrasi dan banyaknya kasus yang masuk ke Kejaksaan pada akhirnya akan membuat proses kasus-kasus korupsi berjalan lambat.

"Seiring dengan itu orang akan makin tidak respek terhadap KPK karena dianggap tuntutannya terlalu lemah. Sehingga jangankan di pengadilan, di Kejaksaan saja ditolak," tutur Ray.

Revisi UU KPK sendiri jika dibiarkan akan berpotensi meluas ke pasal-pasal lainnya, tak terbatas pada kewenangan. Ray menyebutkan misalnya soal penyidik independen, penyadapan hingga kewenangan penyadapan. Hal itu, dinilai jelas melemahkan komisi antirasuah.

"UU itu kan satu bangunan. Jadi kalau satu bangunannya dikoreksi biasanya punya kaitan dengan bangunan bangunan atau pasal-pasal lain. Kadang itu sesuatu yang tak terelakan," tuturnya.

Presiden Joko Widodo pun diminta untuk tegas merespons hal ini. Sebab saat ini, ia melihat sikap presiden masih 50:50 alias tak ada kecenderungan pada sikap tertentu. Misalnya seperti pernyataan bahwa presiden tak mau melemahkan KPK. Kata "melemahkan" tersebut tak memiliki ukuran yang jelas.

"Kalau beliau termasuk setuju (revisi UU KPK), ya itu kemalangan demokrasi kita," kata Ray.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

PSI Daftarkan 10 Sengketa Pileg ke MK, Anwar Usman Dilarang Mengadili

Nasional
Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Golkar Lebih Ingin Ridwan Kamil Maju Pilkada Jabar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com