Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Pertentangan Hukum Udara dengan Rezim Hukum Laut

Kompas.com - 05/09/2017, 13:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

TANGGAL 10 Desember 1982 telah lahir United Nation Convention on the Law Of the Sea (UNCLOS) atau hukum laut internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang ditandatangani 117 negara.

Dengan UNCLOS 1982 itu, maka secara internasional berarti telah ada pengakuan terhadap prinsip-prinsip negara kepulauan yang telah sekian lama diperjuangkan oleh bangsa Indonesia.

Tentang hal ini jelas tergambar pada Pasal 46 dalam konvensi itu yang menyebutkan bahwa negara kepulauan berarti suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.

Pada bagian lainnya disebutkan juga bahwa kepulauan berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan di antaranya, dan lain-lain wujud alamiah yang hubungan satu dengan lainnya demikian erat.

Dengan demikian, pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.

Itu semua menjadi sejalan dan telah merupakan perwujudan dari Konsep Doktrin Wawasan Nusantara yang merefleksikan satu kesatuan terhadap tanah, daratan dan perairan.

Beriringan dengan UNCLOS 1982 yang pada prinsipnya telah memberikan pengakuan terhadap keberadaan sebuah negara kepulauan, salah satu pasalnya mewajibkan negara kepulauan memberikan atau mengakomodasikan kepentingan masyarakat internasional dalam bentuk pemberian hak lintas damai.

Pemberian hak lintas damai inilah yang kini dikenal sebagai ALKI atau Alur Laut Kepulauan Indonesia.

Tidak ada permasalahan serius dalam penetapan ALKI ini karena memang dalam hukum laut pemberian hak lintas damai adalah sudah menjadi bagian utuh dari ketentuan di dalam hukum laut internasional.

Persoalan kemudian muncul karena ternyata dalam pasal yang menyebutkan hak lintas damai dalam UNCLOS 1982 diberikan pula hak keleluasaan bagi pesawat udara asing untuk terbang di jalur ALKI.

Pasal tersebut menyatakan antara lain bahwa negara kepulauan dapat menentukan alur laut dan rute penerbangan di atasnya, yang cocok digunakan untuk lintas kapal dan pesawat udara asing yang terus-menerus dan langsung serta secepat mungkin melalui atau di atas perairan kepulauannya dan laut teritorial yang berdampingan dengannya.

Sejak berlakunya UNCLOS 1982, yang salah satu pasalnya turut mengatur tentang penggunaan ruang udara di atas, ALKI telah menjadi bahan perdebatan dalam kancah hukum laut internasional dengan hukum udara.

Secara internasional, seluruh negara bila berbicara tentang hukum udara akan mengacu kepada antara lain Convention on International Civil Aviation of 1944, yang dikenal sebagai Konvensi Chicago 1944.

Konvensi ini secara gamblang antara lain menyebutkan bahwa setiap negara berdaulat secara complete dan exclusive atas wilayah udara teritorialnya.

Pasal-pasal dalam konvensi ini menyebutkan bahwa semua pesawat yang melintas harus memiliki ijin dari negara yang bersangkutan. Hukum udara tidak mengenal "hak lintas damai".

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-Serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com