Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Patrialis Akbar dan Bui Bagi Si Peraih Satyalancana

Kompas.com - 05/09/2017, 08:16 WIB
Abba Gabrillin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar divonis 8 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Patrialis juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada Patrialis berupa uang pengganti sebesar 10.000 dollar AS dan Rp 4.043.000, atau sama dengan jumlah suap yang diterima mantan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.

Patrialis terbukti menerima suap dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman dan stafnya Ng Fenny. Patrialis menerima Rp 10.000 dollar AS, dan Rp 4 juta.

Uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Peraih Satyalancana

Sebelumnya, Patrialis dituntut pidana penjara selama 12,5 tahun oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang meringankan putusan.

Salah satunya, hakim mempertimbangkan latar belakang Patrialis yang pernah menjabat di beberapa bidang pemerintahan. Patrialis memang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

(Baca: Patrialis Akbar: Allah Berikan Saya Kesempatan untuk Bersihkan Diri)

Patrialis juga pernah menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM. Di akhir karirnya, Patrialis menjabat Hakim pada Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, hakim mempertimbangkan penghargaan Satyalancana yang pernah diterima Patrialis. Satyalancana adalah sebuah tanda penghargaan dari negara yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang telah berbakti secara terus menerus.

Penerima dianggap telah menunjukkan kecakapan, kedisiplinan, kesetiaan dan pengabdian sehingga dapat dijadikan teladan bagi setiap pegawai lainnya.

"Terdakwa belum pernah dihukum dan punya tanggungan keluarga. Terdakwa juga pernah berjasa pada negara dan mendapat Satyalancana," ujar Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamulango saat membacakan amar putusan, Senin (4/9/2017).

Bantah terima suap

Seusai sidang putusan, Patrialis tidak sedikit pun mengutarakan penyesalannya atas penerimaan suap yang telah diyakini kebenarannya oleh majelis hakim. Secara konsisten, Patrialis membantah dakwaan yang ditujukan kepadanya.

"Di dalam persidangan saya sudah berusaha menjelaskan, saya telah melakukan pembelaan dengan berbagai macam argumentasi sesuai fakta persidangan. Saya mengatakan dalam pembelaan bahwa saya tidak salah," kata Patrialis.

(Baca: Patrialis Akbar: Allah Berikan Saya Kesempatan untuk Bersihkan Diri)

Kepada hakim, Patrialis meminta waktu untuk berpikir-pikir selama 7 hari.

Patrialis menyatakan akan mendiskusikan rencana untuk mengajukan upaya hukum banding. Namun, Patrialis merasa vonis hakim itu adalah jalan hidup yang sudah ditentukan kepadanya.

"Saya yakin Allah berikan kesempatan bagi saya untuk membersihkan diri. Sebagai manusia, saya punya kesalahan di masa lalu," ujar Patrialis.

Kompas TV Mantan hakim MK, Patrialis Akbar menjalani sidang pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum KPK. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com