JAKARTA, KOMPAS.com - Kekerasan di Myanmar tidak hanya memanaskan kondisi di negara tersebut, tetapi juga negara lain termasuk Indonesia.
Penyebaran foto-foto palsu plus simpang siur informasi di Myanmar semakin menambah ketegangan.
Hal itu menjadi salah satu informasi yang paling banyak dibaca di Kompas.com sepanjang Senin (4/9/2017) kemarin.
Selain itu, ada berita lain yang juga banyak dibaca, yakni sebagai berikut.
Vonis untuk Patrialis
Mantan Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar divonis delapan tahun penjara atas kasus suap. Ia terbukti menerima imbalan dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman dan stafnya, Ng Fenny.
Selain kurungan badan, Patrialis juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia juga wajib membayar uang pengganti 10.000 dollar AS dan Rp 4.043.000 atau sama dengan jumlah suap yang ia terima.
Putusan itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK, yakni penjara selama 12,5 tahun dan dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Atas vonis tersebut, Patrialis menggunakan hak untuk berpikir selama 7 hari untuk menanggapi vonis yang dibacakan hakim.
Baca selengkapnya di "Patrialis Akbar Divonis 8 Tahun Penjara".
Stop sebar hoaks soal Rohingya
Beredarnya foto-foto palsu di media sosial terkait kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar, telah memicu amarah dan kekerasan di wilayah itu.
Selama hampir seminggu terakhir, ketidakpercayaan dan rivalitas antara kelompok Muslim Rohingya dan sebagian besar penduduk Buddha di Rakhine memicu kekerasan antarwarga hingga menyebabkan korban tewas.
Informasi resmi tentang peristiwa yang terjadi juga sangat terbatas, demikian pula akses wartawan untuk mengecek fakta-fakta di lapangan. Ini yang menyebabkan informasi tentang Rohingya menjadi simpang siur.
Baca juga "Foto-foto Palsu Kekerasan di Myanmar Perparah Ketegangan".
Tifatul minta maaf soal foto hoaks
Masih terkait dengan konflik di Myanmar, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring meminta maaf karena keliru mengunggah foto korban pembantaian di Myanmar melalui akun Twitter pribadinya.
Adalah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PICNU) Amerika Serikat, Akhmad Sahal, yang mengoreksi foto yang diunggah Tifatul. Foto tersebut bukan menggambarkan pembantaian etnis muslim Rohingya, melainkan peristiwa Tak Bai di Thailand yang telah berlangsung pada 2004.
Tifatul mengaku dikirimi foto tersebut oleh sesama anggota Komisi III DPR. Ia juga mengaku telah meminta maaf kepada Sahal dan meminta kejadian tersebut tidak dibesar-besarkan.
Baca selengkapnya di artikel "Unggah Foto 'Hoax' Pembantaian Rohingya, Tifatul Minta Maaf"
Tips wawancara kerja
Anda sedang mencari pekerjaan? Bingung karena berulang kali gagal dalam wawancara kerja?
Barangkali Anda perlu mengetahui beberapa hal berikut ini karena bisa jadi salah satunya menjadi ganjalan bagi Anda dalam membidik lowongan kerja.
Salah satunya adalah hindari menjawab dengan kalimat saya sangat menginginkan pekerjaan ini. Ya, Anda mungkin ingin memperlihatkan betapa Anda sangat menginginkan atau antusias terhadap pekerjaan tersebut. Namun, jawaban seperti itu bisa disalahartikan sebagai bentuk keputusasaan Anda.
Lalu apa jawaban yang tepat jika ditanya mengapa Anda melamar suatu pekerjaan? Silakan baca selengkapnya di "8 Kalimat Ini Bikin Anda Gagal Saat Wawancara Kerja"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.