Warga desa yang pergi ke luar negeri ini, kata dia, banyak yang tidak paham tentang migrasi aman, dan rentan bujuk rayu pengarah tenaga kerja nakal.
"Dari keprihatinan berkepanjangan ini, kami berupaya membuat regulasi Perdes. Desa mengawali karena kami mempunyai UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 yang memberikan kewenangan lebih luas, bagaimana bisa memberikan kesejahteraan ekonomi kepada masyarakat, memberikan pelayanan sebaik mungkin," ujar Miftahul.
Mengacu Undang-Undang Desa tersebut, Desa Dukuh Dempok membuat regulasi di tingkat bawah yang mengatur migrasi aman dan perlindungan terhadap buruh migran dan anggota keluarganya.
Tak hanya di Desa Dukuh Dempok, regulasi di tingkat daerah juga sudah dibuat di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Saverrapall Corvandus dari YKS Lembata mengatakan, Perda mengenai perlindungan buruh migran dan anggota keluarganya sudah ada sejak 2015, yaitu Perda Nomor 20 Tahun 2015.
"Perda ini 60 persennya merujuk pada konvensi, dan 40 persennya merujuk pada Undang-undang Nomor 39 tahun 2004," ucap Saverrapall.
Menurut Saverrapall, pemerintah daerah dan pemerintah desa perlu membuat regulasi di tingkat bawah karena Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 memiliki banyak celah.
Sementara itu, beberapa poin yang terdapat dalam Perda Nomor 20 Tahun 2015 yaitu hak-hak buruh migran berbasis HAM, aturan mengenai adanya rumah singgah untuk meminimalisasi problem di wilayah transit, serta pengembangan sister city antara daerah pengirim buruh migran dengan daerah transit, maupun negara penerima.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.