Rohingya adalah salah satu suku minoritas di Myanmar. Mereka sudah berada di negara itu selama beberapa generasi di wilayah Rakhine, semacam provinsi di Myanmar.
Namun, Pemerintah Myanmar menolak mengakui mereka sebagai warga negaranya. Alih-alih, mereka menyebut Rohingya adalah imigran Muslim ilegal asal Banglades.
Nasib buruk Rohingya di Myanmar menjadi-jadi sejak junta militer menguasai Myanmar mulai era 1960-an. Lalu, pada 1982, terbit Burma Citizenship Law, yang tak memasukkan Rohingya sebagai warga negaranya. Burma adalah nama lama Myanmar hingga berubah pada 1989.
Di Myanmar, Rohingya kerap dianggap bagian dari suku Bengali—wilayah Banglades—karena pada 1960-an suku ini pernah mengungsi massal ke wilayah Bengali akibat represi militer.
Namun, tudingan bahwa Rohingya sejatinya orang Bengali pun tak sejalan dengan sikap Pemerintah Banglades. Negara ini pun tak mau menyambut orang Rohingya sebagai warga negaranya, meski menampung seribuan pengungsi dari suku tersebut.
Konflik Rohingya di Myanmar bukan sekali atau dua kali berujung dengan hilangnya nyawa. Kisah-kisah warga yang kelaparan—termasuk perempuan dan anak-anak—lebih-lebih sering lagi muncul.
Selain tak diakui kewarganegaraannya, orang-orang Rohingya juga tak mendapat akses untuk segala pekerjaan di Myanmar, kecuali segelintir dari orang-orang yang terketuk hati memberi pekerjaan informal. Mengungsi ke negara-negara lain—tak cuma Banglades—pun tak selalu diterima.
Pertanyaan besar hari ini, di mana kemanusiaan buat Rohingya?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.