JAKARTA, KOMPAS.com - Istilah membeli "buku" menjadi kode dalam kasus dugaan suap kepada auditor BPK terkait opini wajar tanpa pengecualian (WTP) Kemendes Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT).
Hal tersebut terungkap dari kesaksian Sekretaris Itjen Kementerian PDTT Uled Nefo Indrahadi, saat menjadi saksi untuk terdakwa Irjen Kemendes Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendes, Jarot Budi Prabowo, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Jaksa menampilkan percakapan Whatsapp Nefo dengan Jarot.
Berikut percakapan Whatsapp tersebut.
Jarot: Pak Nefo mohon dapat segera dikumpulkan u koordinasi...hari ini arga sangat kenceng... Uled Nefo: Ok Mas, sori baru bales. Japri ya.
Uled Nefo: Maaf aku kira kita bukan japri...hehehe. Siang ini sepertinya ada bukunya.
Jarot: Siap
Uled Nefo: Mas yg sdh beli buku siapa aja?
Jarot: Beni 20, beli di Lombok
Jarot: Tambahan cuma itu
Uled Nefo: Yg lain? Buku sisa 50 dr bu lina
Baca: Sekjen Kemendes Diduga Terlibat Suap Auditor BPK, Ini Kata Menteri Eko
Jaksa kemudian bertanya apa kata "buku" dalam percakapan itu berarti uang.
"Istilah buku tadi uang?" tanya jaksa KPK.
"Iya betul," ujar Nefo.
Jaksa kemudian bertanya lagi tujuan pemberian uang tersebut.
"Operasional tim pendamping. Kegiatan pendamping ke lapangan. Untuk pegawai kami," ujar Nefo.
"Dan BPK?" tanya jaksa. "Oh enggak. Kita di lapangan enggak tahu, pokoknya kita bicara itu untuk pendamping pegawai kita," ujar Nefo.