Apakah Miryam juga menceritakan soal pemerasan Rp 2 miliar kepada sahabatnya itu? Fakta inilah yang saya gali.
Ternyata, selain bisa menjelaskan seluruh pernyataan Miryam, Sang Sahabat ini juga mendengar soal permintaan uang Rp 2 miliar yang diminta oleh 7 penyidik KPK yang menemui anggota DPR.
"Kapan Anda mendengar soal ini?” tanya saya.
“Jauh sebelum kasus ini diperdengarkan di pengadilan Tipikor,” ia menjawab.
Hanya saja, ia melanjutkan, awalnya ia tidak percaya bahwa ada penyidik KPK yang memeras. Sebab, yang ia tahu, KPK memiliki aturan yang amat keras soal kedisiplinan para pegawai dan penyidiknya.
Ia menganggap kabar pemerasan ini sebagai kabar burung. Ia kemudian mengaku terkejut saat kasus mencuat di pengadilan.
Komite Etik KPK
Yang berwenang menjawab apa yang terjadi sesungguhnya adalah Pimpinan KPK. Proses internal pun seharusnya mulai dijalankan.
Selayaknya ada pembentukan sidang Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) KPK sesuai dengan amanat Kode Etik KPK nomor 11 Tahun 2013. Hal ini juga ditegaskan dengan Peraturan KPK nomor 11 Tahun 2016 yang menyebutkan DPP memiliki tugas memeriksa pegawai yang diduga melakukan pelanggaran disiplin berat.
Apa yang disampaikan oleh KPK?
Saya pun mewawancarai salah satu pimpinan KPK Saut Situmorang. Saya menanyakan perihal kasus ini.
Saut mengatakan yakin bahwa tidak ada penyidik yang berbuat demikian di KPK.
Saya kemudian bertanya, apakah in keyakinan berdasar hasil pemeriksaan ataukah keyakinan pribadi?
Sayangnya, KPK sampai saat ini belum pernah membentuk proses pemeriksaan internal kepada 7 penyidik yang disebut Miryam menemui anggota DPR.
Direktur Penyidikan Brigjen Pol Aris Budiman telah mengatakan bahwa ia tidak pernah bertemu anggota DPR untuk membocorkan informasi terkait kasus e-KTP.
Setidaknya sampai saat ini belum ada keputusan apapun dari KPK yang bisa menjelaskan dugaan ini.