JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, keberadaan utang dalam sistem tata kelola keuangan negara merupakan hal yang lumrah, asal jumlahnya wajar.
Di negara maju sekalipun, kata dia, pasti memiliki utang yang jumlahnya beragam, tergantung pembangunan di negara tersebut.
"Apakah dengan negara berutang, negara itu tidak berkah? Tidak. Buktinya negara lain maju saja," ujar Sri dalam acara workshop nasional perempuan Partai Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (27/8/2017).
Sehingga, dia menganggap utang bukan merupakan momok yang harus dipermasalahkan. Hal terpenting adalah utang tersebut harus dikelola hati-hati.
Baca: Rencana Gedung Baru DPR, Sri Mulyani Ingatkan Prinsip Efisiensi
Sri melanjutkan, jika dikelola dan diawasi betul penggunaannya, utang justru menjadi sumber solusi keuangan negara.
Namun, bukan berarti dengan banyaknya jumlah pinjaman membuat Indonesia bisa disebut kecanduan utang.
"Karena itu kita jangan sembrono. Tapi kita juga jangan takut secara berlebih-lebihan juga," kata Sri.
Sri lantas bercerita bagaimana orangtuanya menyekolahkan sepuluh anak mereka hingga jenjang perguruan tinggi.
Ia mengatakan, dengan pendapatan yang kecil mustahil menyekolahkan semua anaknya dengan biaya sendiri.
Jadi, Sri dan sebagian besar saudaranya bersekolah dengan beasiswa, sebagian dititipkan ke sanak keluarga.
Ia menyebut hal tersebut juga sebagai utang karena adanya keterlibatan orang lain dalam proses itu.
Sri mengatakan, ada takaran tertentu untuk mengukur apakah utang telah menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan. Ia selaku menteri keuangan memiliki tolak ukur mengenai utang tersebut.
Baca: Sri Mulyani Ingatkan PNS yang Sering Rapat, Jangan Buang Waktu dan Uang Negara
"Artinya, apakah jumlahnya sudah mengkhawatirkan, apakah rasionya mengkhawatirkan, apa yang perlu diwaspadai, dan apakah utang dipakai untul hal yang produktif, itu yang perlu kita awasi," Sri menegaskan.
"Apakah benar utang itu akan jadi jalan raya yang membuat ekonomi kita jalan, apakah utang itu jadi listrik yang bisa seluruh daerah dapatkan listrik, itu hal yang perlu kita pertanyakan dan awasi," lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.