Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah: Johan Budi Hanya Boleh "Ngomong" Kalau Diperintah Presiden

Kompas.com - 25/08/2017, 12:58 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah tidak terima dengan pernyataan Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo yang menyatakan bahwa Fahri tak bisa mewakili Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena bukan bagian dari anggota.

Fahri mengatakan, dirinya merupakan anggota DPR yang dipilih rakyat untuk berbicara. Posisi ini, menurut Fahri, berbeda dengan Johan Budi.

"Dia hanya boleh ngomong kalau diperintah Presiden. Kalau saya bebas. Saya dipilih rakyat, disumpah, ya untuk ngomong. Urusan apa coba Johan Budi mempersoalkan DPR?" kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/8/2017).

Fahri meminta agar Johan tidak melakukan manuver dengan menyampaikan opini, melainkan hanya menyampaikan apa yang dikatakan Presiden Joko Widodo.

Politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu juga menyebut Johan seperti agen KPK.

"Jangan jadi agen KPK di Istana. Dia disumpah sebagai pejabat negara, tertib," tutur mantan politisi PKS ini.

Fahri menilai orang-orang di KPK terlalu besar kepala dan merasa memiliki posisi moral yang lebih tinggi dari orang lain. Padahal, menurut dia, banyak pula pelanggaran yang dilakukan KPK.

"Saking moralnya tinggi ini kayak lembaga kultus," kata dia.

Fahri bahkan mengungkapkan, sikapnya yang sering mengkritik KPK sempat ditanya oleh Presiden Jokowi. Hal itu berlangaung saat keduanya bertemu di bulan Ramadhan kemarin.

Saat itu Fahri kemudian mengingatkan Preaiden bahwa KPK sudah seperti negara dalam negara.

"(Kata Presiden) Pak Fahri kenapa kritik KPK terus? Saya bilang, 'Pak, ada negara dalam negara hati-hati bapak'. Saya bilang begitu di meja makan Istana," tuturnya.

(Baca juga: Politisi Muda Ini "Sentil" Fahri soal Usulan Pansus Angket Panggil Presiden)

Adapun Johan Budi sebelumnya mengatakan, hingga saat ini ia belum mendengar ada rencana Pansus Angket KPK untuk memanggil Presiden Joko Widodo.

"Sampai hari ini belum ada informasi (soal pemanggilan) yang masuk sehingga saya belum bisa menjawab," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (24/8/2017).

Pemanggilan Presiden oleh Pansus KPK disuarakan oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Namun, Johan menegaskan bahwa Fahri tidak bisa mewakili pansus angket karena bukan merupakan pimpinan atau anggotanya.

"Pak Fahri itu pansus (angket) bukan?" ucap Johan.

(Baca: Johan Budi: Pak Fahri Itu Anggota Pansus KPK Bukan?)

Johan menegaskan bahwa Presiden baru akan bersikap apabila ada rekomendasi resmi yang dikeluarkan oleh Pansus Angket KPK.

Ini termasuk soal usul agar Jokowi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) revisi UU KPK, sejauh ini baru sebatas wacana.

Kompas TV Pansus meminta keterangan Yulianis terkait apa-apa saja yang ia ketahui tentang proses penyidikan di KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com