JAKARTA, KOMPAS.com - Aksi "Payung Hitam" atau yang lebih dikenal dengan sebutan "Aksi Kamisan", memasuki hari ke-503 pada Kamis (24/8/2017) kemarin.
Namun, cita-cita menegakkan supremasi hukum terhadap pelanggaran hak asasi manusia berat tersebut belum tercapai.
Asa pernah muncul ketika zaman Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono. Sebuah tim penyelesaian kasus-kasus HAM berat masa lalu dibentuk.
"Walaupun sampai akhir masa jabatannya (SBY), itu tidak terwujud," ujar Maria Catarina Sumarsih, aktivis HAM dan ibu korban Tragedi Semanggi I, Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan), kepada Kompas.com di sela aksi, seberang Istana Merdeka, Jakarta.
Pada zaman pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, asa itu kembali muncul. Salah satu poin dalam Nawa Cita adalah menuntaskan kasus-kasus HAM berat masa lalu dan menghapus impunitas.
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan pun telah membentuk komite gabungan pengungkap kebenaran dan rekonsiliasi.
"Tapi ternyata arah penyelesaian (kasus HAM berat masa lalu)-nya melalui jalur nonyudisial. Kami menolak," ujar Sumarsih.
Pada aksi Kamisan ke-501, Sumarsih pernah mengungkapkan kekecewaannya kepada Pemerintah Jokowi dalam video berikut:
Sumarsih menegaskan, pegiat aksi Kamisan tidak akan pernah bosan memperjuangkan cita-cita menegakkan supremasi hukum dan menghapus impunitas. Hal itu merupakan cita-cita sang putra, Benardinus Realino Norma Irawan (Wawan).
Aksi Kamisan akan berakhir jika menemui tiga kondisi. Pertama, tak ada lagi pelanggaran HAM yang dilakukan negara kepada rakyatnya.
Kedua, pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui jalur yudisial.
Ketiga, aksi Kamisan dihadiri oleh tiga orang saja.
(Baca juga: Sumarsih Memelihara Harapan dengan Aksi Kamisan...)
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.