Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerja Pansus Angket Berpotensi Mengarah kepada Revisi UU KPK

Kompas.com - 23/08/2017, 09:09 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyampaikan 11 temuan kerja sementara pada Senin (21/8/2017).

Mulai dari status lembaga superbody KPK yang menurut pansus tak siap dikritik, KPK yang kerap menangani sendiri kasus-kasusnya, hingga dugaan abai dalam menegakkan prinsip-prinsip hak asasi manusia bagi para pihak yang menjalani pemeriksaan.

Tak menutup kemungkinan, muara dari pansus hak angket KPK adalah revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Anggota Pansus Hak Angket KPK, Eddy Kusuma Wijaya menuturkan, hal itu memungkinkan karena jika pansus memberikan hasil akhir berupa rekomendasi berpotensi untuk tak dipatuhi.

"Kalau rekomendasi biasa mungkin enggak dijalankan oleh mereka. Contoh, hasil angket Bank Century. Kan enggak dilaksanakan," ujar Eddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/8/2017).

Salah satu poin yang dinilai pansus perlu diperkuat adalah pengawasan internal KPK. Eddy menyinggung soal dugaan penyimpangan oleh penyidik-penyidik KPK yang terbuka dari kasus Miryam S Haryani.

Pengawasan etik oleh internal KPK, menurut dia, harus berjalan secara berkelanjutan. Komite Etik KPK bisa dikembangkan atau diberikan kekuasaan yang lebih besar sehingga dapat betul-betul mengawasi langkah-langkah yang dilakukan penyidik.

"Bagaimana pengawasan yang selama ini dilakukan Komite Etik KPK? Apakah harus muncul dulu kasus baru melakukan pengawasan?" tutur politisi PDI Perjuangan itu.

Namun, jika revisi UU dilakukan, Eddy mennilai penting untuk ditekankan agar jangan sampai KPK merasa dilemahkan. Perbaikan adalah tujuan bersama sehingga komisi antirasuah bisa bekerja sebagai lembaga penegak hukum sesuai UU yang berlaku.

"Kita harus berpedoman pada criminal justice system maupun KUHAP. Jangan menyimpang dari situ," ujar anggota Komisi III DPR itu.

Sedangkan, pansus melihat kewenangan besar KPK justru disalahgunakan oleh oknum-oknum di dalamnya.

"Seakan KPK mempunyai kekuasaan yang sangat besar, superbody tapi kebesaran itu digunakan oleh oknum untuk melakukan penyimpangan," kata dia.

Namun, semua hal yang dianggap temuan oleh Pansus Angket itu tanpa melalui proses klarifikasi atau menerima penjelasan dari KPK.

(Baca: Tanpa Klarifikasi KPK, Pansus Angket Umumkan 11 Temuan Sementara)

Sementara itu, Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa enggan menyampaikan muara kerja pansus angket. Menurutnya, pansus saat ini masih bekerja.

"Itu soal nanti. Kami masih kerja dulu," ucap Agun.

Namun, ia menggarisbawahi strategi kerja KPK yang kerap melalui sebuah pembunuhan karakter dan hampir semua kasus selalu dikaitkan dengan opini publik terlebih dahulu.

"Seolah dia menjadi lembaga yang terpercaya selalu seperti dewa. Mata publik tertutup seolah apa yang dikerjakan KPK benar adanya. Padahal menurut saya sampah," kata politisi Partai Golkar itu.

Kompas TV Yulianis menyatakan ada mantan komisioner KPK yang mendapat sejumlah uang dari mantan bosnya, Muhammad Nazaruddin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com