Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan Jusuf Kalla di Peringatan Hari Konstitusi

Kompas.com - 18/08/2017, 13:59 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengeluhkan adanya aparatur pemerintah yang salah memaknai Pasal 33 UUD 1945 yang pada intinya menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Hal itu disampaikan Kalla saat menyampaikan sambutan pada peringatan Hari Konstitusi 2017, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/8/2017).

Kalla mengatakan, kata "menguasai" memiliki arti yang luas, bukan hanya memiliki tetapi juga mengontrol dengan suatu ketentuan.

"Pemerintah dengan DPR telah banyak mengeluarkan UU, PP, dan sebagainya. Namun masih ada juga celah-celah orang memainkan arti 'menguasai' itu," ujar Kalla.

Contohnya, kata Kalla, banyaknya kasus pemberian izin pertambangan di daerah yang merugikan negara triliunan rupiah karena gagal memaknai Pasal 33 UUD 1945.

"Perusahaan pertambangan diberikan izin tambang. Tapi kemudian dia (perusahaan tambang) menuntut pemerintah trilunan rupiah akibat kesalahan kepala daerah, tumpang tindih perizinan," kata Kalla.

Oleh karena itu, Kalla ingin tak ada lagi pihak yang salah memahami Pasal 33 UUD 1945 tersebut.

Aparatur pemerintahan baik di pusat dan daerah diminta punya pemahaman yang sama.

"Kita semua harus mempunyai suatu pengertian yang sama, maksud dan tujuan untuk menguasai itu. Semua yang dikuasai negara untuk kemaslahatan seluruh bangsa," kata Kalla.

"Mudah-mudahan semua itu pada hari ini dipelajari. Karena itulah pada hari ini kita memperingati hari Konstitusi. Bukan hanya merayakannya, tapi melaksanakannya sebaik-baiknya untuk kesejahteraan bangsa," lanjut dia.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia harus berhadapan dengan perusahaan tambang dari India yang bernama India Metals and Ferro Alloys Limited (IMFA) di Permanent Court of Arbitration, akibat tumpang tindih lahan Izin Usaha Pertambangan. 

Gugatan tersebut masuk pada 23 September 2015 lalu. 

IMFA menuntut ganti rugi dari Pemerintah Indonesia senilai 581 juta dollar AS alias Rp 7,55 triliun.

Kasus ini berawal dari pembelian PT Sri Sumber Rahayu Indah (SSRI) oleh IMFA pada 2010.

SSRI memiliki izin usaha pertambangan (IUP) untuk batu bara di Barito Timur, Kalimantan Tengah.

Investor asing asal India ini merasa rugi karena telah menggelontorkan uang 8,7 juta dollar AS untuk membeli SSRI, akibat tak bisa melakukan penambangan karena ternyata IUP di lahan seluas 3.600 hektar yang dimiliki SSRI tidak clear and clear CnC.

IUP mereka tumpang tindih dengan IUP milik 7 perusahaan lain.

Kompas TV Hari Kedua Kongres Asosiasi MK Se-Asia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com