JAKARTA, KOMPAS.com - Uang sejumlah Rp 40 juta yang digunakan untuk menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), diketahui berasal dari sembilan unit kerja eselon I di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Hal itu dikatakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membaca surat dakwaan untuk terdakwa Inspektur Jenderal Kemendes Sugito, dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendes, Jarot Budi Prabowo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/8/2017).
"Terdakwa (Sugito) meminta adanya 'atensi atau perhatian' dari seluruh unit kerja eselon I," ujar jaksa KPK Muh Asri Irwan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam surat dakwaan, uang tersebut dikumpulkan oleh Jarot Budi Prabowo. Pada tahap pertama, Jarot mengumpulkan Rp 200 juta dari delapan unit kerja.
Rinciannya yakni dari Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu (PDTU), dan Ditjen Pembangunan Kawasan Pedesaan (PKP), masing-masing sebesar Rp 15 juta.
Kemudian, Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Daerah (PPMD) sebesar Rp 15 juta. Sebesar Rp 30 juta dari Balai Latihan dan Informasi (Balilatfo).
Selain itu, sebesar Rp 40 juta dari Sekretariat Jenderal dan dari Ditjen Pengembangan Kawasan Transmigrasi (PKTrans) sebesar Rp 15 juta.
Kemudian, dari Ditjen Penyiapan Kawasan Pembangunan dan Pengembangan Transmigrasi (PKP2Trans) sebesar Rp 10 juta. Selain itu, dari Inspektorat Jenderal sebesar Rp 60 juta.
Setelah terkumpul uang Rp 200 juta, Jarot membawa uang tersebut di dalam tas kain belanja dan diserahkan kepada auditor BPK Ali Sadli.
Sementara, pemberian kedua sebesar Rp 40 juta diberikan dari Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) sebesar Rp 35 juta. Sisanya sebesar Rp 5 juta berasal dari uang pribadi Jarot.
Dalam kasus ini, Inspektur Jenderal Kemendes Sugito, didakwa menyuap Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Ali Sadli, selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara.
(Baca: Irjen Kemendes Didakwa Menyuap Auditor BPK Rp 240 Juta demi Opini WTP)
Sugito yang didakwa bersama-sama Jarot Budi Prabowo, diduga memberikan uang Rp 240 juta kepada dua pejabat BPK tersebut.
Menurut jaksa, uang Rp 240 juta itu diduga diberikan dengan maksud agar Rochmadi menentukan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.