Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aparat Hukum Diminta Utamakan Kesetaraan Gender pada Perkara Perempuan

Kompas.com - 10/08/2017, 12:24 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menilai perlu adanya sosialisasi yang komprehensif dan berkelanjutan mengenai implementasi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.

Menurut Supriyadi, penanganan perkara oleh hakim yang tidak sensitif gender kerap terjadi. Di sisi lain, penanganan perkara dalam konteks peradilan tidak hanya melibatkan hakim.

Terdapat juga aparat penegak hukum lain misalnya kepolisian dan kejaksaan yang justru merupakan lembaga yang secara langsung dan pertama berinteraksi dengan perempuan yang berperkara.

Dalam beberapa kasus, kata Supriyadi, justru kepolisian yang berperan menjadikan perkara yang melibatkan perempuan diproses atau tidak.

"ICJR mendorong perlunya pemahaman yang sama antarlembaga dalam hal ini aparat penegak hukum untuk menjamin kesetaraan gender tersebut terlaksana di setiap tahap proses penyelesaian perkara," ujar Supriyadi kepada Kompas.com, Kamis (10/8/2017).

Supriyadi menuturkan, keberadaan Perma Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum sangat diperlukan terutama dalam peradilan pidana.

Sebelum lahirnya perma ini, terdapat inkonsistensi persepsi hakim terkait dengan proses peradilan yang melibatkan perempuan.

Supriyadi menuturkan, terdapat beberapa putusan hakim yang memberikan pertimbangan-pertimbangan yang justru menjauhkan perempuan untuk mendapatkan akses keadilan.

Dalam beberapa kasus, lanjut Supriyadi, hakim justru memberikan pertimbangan yang tidak relevan dengan menjabarkan perbuatan-perbuatan korban yang dinilainya melanggar ketertiban umum, seperti riwayat seksual korban.

"Hal ini justru membuat korban semakin sulit memperoleh keadilan," kata dia.

(Baca juga: Diskriminasi Gender, Tujuh UU Terkait Perempuan Ini Perlu Diubah)

Supriyadi memandang Perma tersebut memberikan pedoman bagi hakim untuk mengkaji relasi kuasa pada saat mengadili perkara yang melibatkan perempuan.

Adanya perma ini juga juga dinilai dapat dijadikan sebagai momentum yang baik bagi lahirnya putusan-putusan yang progresif dalam hal mengakomodasi hak-hak korban, khususnya perempuan, dan mengantisipasi penafsiran rumusan-rumusan tindak pidana yang justru merugikan korban.

Pasal 5 Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum menyatakan hakim dilarang untuk menujukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan, menyalahkan, mengintimidasi ataupun membenarkan terjadinya diskriminasi gender termasuk di dalamnya mempertanyakan dan/atau mempertimbangkan pengalaman atau latar belakang seksual soal korban.

Pada Pasal 6, Perma itu juga mengatur tentang pedoman bagi hakim untuk mempertimbangkan dan menggali nilai-nilai untuk menjamin kesetaraan gender.

"Hal ini dapat menjadi titik balik lahirnya putusan-putusan yang progresif menafsirkan rumusan yang menjamin kesetaraan gender. Yang patut diperhatikan selanjutnya adalah bagaimana tindak lanjut lahirnya Perma ini," ucap Supriyadi.

Kompas TV Pemerintah harus mempertimbangkan hukuman tegas bagi petugas medis yang terlibat perdagangan anak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com