Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LPSK Sebut Ada Kerja Sama dengan KPK soal Perlindungan Saksi di "Safe House"

Kompas.com - 09/08/2017, 22:58 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, selama ini pihaknya membangun kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melindungi saksi.

Ada nota kesepahaman yang sudah ditandatangani agar pelapor, saksi, atau pun whistleblower di KPK bisa dilindungi menggunakan fasilitas LPSK, termasuk rumah aman atau safe house.

"MoU-nya ada, sudah sejak lama antara LPSK dan KPK," kata Edwin kepada Kompas.com, Rabu (9/3/2017).

Meski demikian, Edwin mengatakan, tidak semua saksi KPK dilindungi LPSK. Biasanya, kata dia, saksi atau pelapor, sebelum menyampaikan laporan ke KPK, datang dulu ke LPSK untuk meminta perlindungan.

Ada juga yang setelah lapor atau menjadi saksi KPK baru datang ke LPSK. Atau, bisa juga KPK yang memberikan rekomendasi saksi yang harus dilindungi.

Edwin pun mengakui bahwa di antara saksi tersebut, ada yang dilindungi di rumah aman atau safe house milik LPSK.

(Baca: Masinton Sebut KPK Punya Rumah Sekap untuk Mengondisikan Saksi Palsu)

"Tapi tidak semua terlindung itu ditempatkan dalam safe house. Jadi yang ditempatkan di safe house hanya yang masuk kategori sangat terancam jiwanya," kata dia.

Menurut Edwin, kerja sama dengan KPK dan LPSK dalam perlindungan saksi ini sudah sesuai dengan Undang-undang yang mengatur keberadaan dua lembaga.

Dalam Pasal 15 huruf a UU Nomor 30 Tahun 2002, disebutkan jika KPK berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.

Meski demikian, kata Edwin, memang di dalam UU tersebut tidak disebutkan secara jelas mengenai pengelolaan safe house yang dilakukan KPK. Hanya dijelaskan, perlindungan dalam UU KPK melingkupi pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan kepolisian atau penggantian identitas pelapor atau melakukan evakuasi termasuk perlindungan hukum.

(Baca: Jubir KPK: Sayang Sekali Anggota DPR Tidak Bisa Bedakan "Safe House" dengan Rumah Sekap)

Beda halnya dengan yang diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Dalam pasal 12 A ayat (1) butir f hingga h dinyatakan, LPSK berwenang mengelola rumah aman, memindahkan atau merelokasi terlindung ke tempat yang lebih aman, serta melakukan pengamanan dan pengawalan.

Namun, Edwin mengaku tidak tahu apakah ada safe house yang dikelola sendiri oleh KPK tanpa bekerjasama dengan LPSK. Jika pun ada, Edwin enggan berkomentar soal legalitas safe house tersebut.

"Ya kalau soal itu saya tidak mau komentari. Saya tidak mau masuk ke situ," kata dia.

Wakil Ketua Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqulhadi mempertanyakan safe house yang disebut oleh KPK sebagai tempat perlindungan saksi.

Menurut dia, safe house dibentuk oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), tak boleh dibentuk oleh lembaga penegak hukum seperti KPK, Polri, dan Kejaksaan. Ia mengatakan, KPK harus berkoordinasi dengan LPSK.

(Baca: Pansus Angket Akan Kunjungi "Rumah Sekap" KPK)

"Mana ada safe house. Kan enggak ada dalam UU. UU mana yang membenarkan dia boleh menggunakan nama safe house. UU mana yang memperbolehkan dia membuat tempat perlindungan sendiri. Kan tidak ada," kata Taufiqulhadi, saat dihubungi, Rabu (9/8/2017).

Keberadaan safe house yang digunakan KPK mencuat setelah Anggota Pansus KPK Masinton Pasaribu menyebut lembaga antirasuah itu memiliki rumah sekap untuk mengkondisikan saksi palsu.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Pansus tak bisa membedakan antara safe house dengan rumah untuk kebutuhan perlindungan saksi.

"Sayang sekali ada yang tidak bisa membedakan antara safe house untuk kebutuhan perlindungan saksi, dengan rumah sekap," ujar Febri, kepada Kompas.com, Sabtu (5/8/2017).

"Seharusnya, sebagai anggota DPR, yang bersangkutan dapat membedakan hal tersebut," lanjut dia. 

Namun, Febri tak menjelaskan apakah yang dimaksud adalah rumah sekap milik LPSK atau rumah sekap yang dikelola sendiri oleh KPK.

Kompas TV Yulianis menyatakan ada mantan komisioner KPK yang mendapat sejumlah uang dari mantan bosnya, Muhammad Nazaruddin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com