BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dan Mahkamah Konstitusi

Begini Upaya Negara Pecahan Uni Soviet Menyusun Keping Demokrasi...

Kompas.com - 09/08/2017, 18:16 WIB
Haris Prahara

Penulis


SOLO, KOMPAS.com -
Masih terkenang kejayaan Uni Soviet di masa lampau. Laman Britannica melaporkan bahwa Uni Soviet  merupakan negara penganut komunisme yang berjaya pada era 1920 hingga awal 1990-an di kawasan Eurasia. Pada masa itu, mereka menganut sistem politik satu partai.

Bersama negara-negara sekitarnya, Uni Soviet sempat terlibat dalam perang dingin memperebutkan pengaruh ideologi dan politik global dunia. Lawan terkuat mereka kala itu adalah Amerika Serikat dan sekutunya di Blok Barat.

Nyatanya, perang dingin itu mengakibatkan kekalahan politik dan ekonomi. Pada akhirnya, muncul perpecahan sehingga Uni Soviet resmi bubar pada akhir 1991.

Hampir 30 tahun berselang dari masa kelam itu, seperti apakah kisah masing-masing negara dalam menata dasar konstitusinya?

Vladimir Sivitskiy selaku Kepala Sekretariat Mahkamah Konstitusi Rusia membagikan kisah perjuangan negaranya dalam menata konstitusi di Solo, Jawa Tengah, Rabu (9/8/2017),.

Berbicara dalam forum Simposium Internasional Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Institusi Sejenis se-Asia (AACC), Vladimir mengatakan bahwa ideologi komunis warisan Uni Soviet berdampak buruk bagi Rusia, terutama bagi demokrasi dalam hal kebebasan berpendapat masyarakat.

"Menyadari hal itu, Mahkamah Konstitusi Rusia didirikan untuk memastikan supremasi bagi ideologi apapun serta menjamin hak beropini warga tidak terbelenggu," tutur Vladimir.

Menurut dia, konstitusi dasar Rusia secara tegas menyatakan bahwa pemenuhan hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan berpendapat adalah sah bagi setiap warga negara. Untuk menggantikan konstitusi tersebut amatlah sulit karena memerlukan suatu konsensus baru.

Di Rusia, tak ada pula ideologi yang secara resmi dideklarasikan oleh negara. Karena itu, tak ada pihak yang dapat memaksakan kehendak moral, religius, atau pandangan politik kepada kelompok lainnya.

"Namun, bukan berarti kami tak memiliki nilai-nilai kolektif masyarakat. Pemersatunya adalah konstitusi dasar tersebut," ungkap Vladimir.

Ia melanjutkan, meski menjamin kebebasan hak warga, pemerintah Rusia melarang keras warganya untuk menghasut atau melontarkan isu terkait suku, ras, agama, dan antargolongan (SARA) kepada warga lainnya.

"Hal-hal itu merongrong keamanan negara," tegasnya.

Serupa dengan Rusia, negara pecahan Uni Soviet lainnya yaitu Uzbekistan turut kecipratan masalah demokrasi.

Pertemuan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi dari 12 negara anggota AACC, Senin (7/8/2017), di Solo, Jawa Tengah.KOMPAS.com/HARIS PRAHARA Pertemuan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi dari 12 negara anggota AACC, Senin (7/8/2017), di Solo, Jawa Tengah.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Uzbekistan Bakhtiyar Mirbabayev menuturkan, negara tersebut kini menganut sistem pemerintahan demokratis berbentuk republik.

Konstitusi Uzbekistan juga telah mengatur kehidupan sosial yang mengakomodasi perbedaan pandangan politik, ideologi, maupun opini.

"Nilai yang kami anut adalah ideologi majemuk sebagai dasar pengembangan masyarakat," ujarnya.

Sebagai dampak dari kebebesan tersebut, imbuh dia, semakin banyak organisasi masyarakat maupun partai politik yang bermunculan.

Mengutip filsuf terkenal Yunani, Plato, Bakhtiyar menyebutkan bahwa toleransi adalah kunci untuk memastikan kebebasan berekspresi masyarakat.

"Kami menghindari sistem otoritarian. Sistem itu amat merampas perbedaan pendapat," tuntas Bakhtiyar.

Sebagai informasi, Simposium Internasional AACC menghadirkan delegasi dari 13 negara anggota AACC serta perwakilan 7 negara sahabat dari Asia, Eropa, dan Afrika.

Adapun penyelenggaraan simposium internasional itu merupakan kegiatan puncak untuk menutup masa kepemimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia sebagai Presiden AACC 2014-2017 sekaligus memperingati HUT MK ke-14.


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com